Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa soal keputusan pemerintah melakukan impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton lantaran industri tanah air membutuhkan garam dengan kualitas yang berbeda dengan garam yang dihasilkan oleh petani lokal.
“Kita harus realistis ya, bahwa industri kita itu membutuhkan yang namanya garam dengan kualitas yang berbeda yang dihasilkan oleh petani garam, itu berbeda,” kata Presiden Jokowi usai Meresmikan Pembukaan Indonesia Industrial Summit Tahun 2018 dan Peluncuran “Making Indonesia 4.0” di Cendrawasih Hall, Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Rabu (4/4).
Ia mengingatkan, garam industri yang diimpor dengan garam yang dihasilkan oleh petani pasarnya berbeda, segmentasinya berbeda, dan juga kualitasnya berbeda. Kalau tidak impor garam industri, akibatnya industri itu bisa berhenti.
“Meskipun penggunaannya mungkin hanya 2 persen tapi juga menjadi kunci, gitu. Kayak mobil kemudian bannya enggak ada, meskipun hanya ban tapi enggak jadi mobil kan,” ungkap Jokowi.
Menurut Presiden, hal ini terjadi karena garam industri ini dibutuhkan untuk kaca, kosmetik, makanan-minuman, farmasi, dan banyak industri yang membutuhkan ini.
Jokowi juga meminta agar dibedakan antara garam industri dan garam rakyat. “Yang saya tahu, saya pantau terus, harga garam yang di Madura, di NTT, di Aceh sekarang ini masih pada posisi harga yang baik,” ucapnya.
Namun demikian, Presiden telah memerintahkan kepada aparat untuk menjaga agar garam industri impor tidak tembus ke pasar.
Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah Menko Perekonomian Darmin Nasution mengemukakan, impor garam masih diperlukan sebab Indonesia masih belum bisa memproduksi garam industri dengan kadar Natrium Chlorida (NaCl) dengan kadar 97,4 persen.
Menurut Darmin, garam industri yang diimpor ini tidak akan digelontorkan secara bertahap, namun akan dikucurkan per bulan tergantung kemampuan penyerapan industri.
Sumber: http://setkab.go.id
Editor: Eko “Gajah”