Jamaninfo.com, Energi – Pemanfaatan kelapa sawit sebagai sumber Bahan Bakar Nabati (BBN) semakin massif digalakkan. Belum lama ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah me-launching Road Test Penggunaan Bahan Bakar B30 (campuran biodiesel 30% pada bahan bakar solar) pada kendaraan bermesin diesel, yang akan mulai diimplementasikan untuk transportasi pada 2020 nanti.
United States Department of Agriculture (USDA) mencatat, semenjak tahun 2015, Indonesia merupakan negara penghasil terbesar sawit dengan presentase 54% dari produksi dunia, yakni sekitar 32 juta Metrik Ton per tahun, diikuti oleh Malaysia. Indonesia dan Malaysia mengusai market share kelapa sawit dunia sebesar 84%.
Kebijakan mandatori biodiesel yang telah dicanangkan Pemerintah sejak Agustus 2015 pun sangat bermanfaat. Kebijakan tersebut telah berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 13,6 juta ton CO2e, meningkatkan demand terhadap CPO, penggunaan biodiesesl dari sawit sebesar 9,12 juta KL, pajak yang dibayarkan kepada negara Rp 2,47 trilliun dan penghematan devisa akibat tidak perlu import solar hingga Rp 51,5 trilliun.
Hal tersebut disampaikan dua narasumber Temu Netizen Kementerian ESDM ke-13 di Medan, Muhammad Rizwi Jinalisaf Hisjam, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, dan Muhammad Ferrian, Kepala Pengembangan Biodisel BPDP KS di Temu Netizen pekan kemarin (2/7).
Secara rinci Rizwi menyebut dalam pengimplementasian B20 justru memberikan manfaat dari sisi performa kendaraan. “Manfaat dari B20 secara bahan bakar performanya lebih bagus. Secara kelemahan, nilai kalornya dari BBN ini lebih rendah dari BBM, tapi secara performance bahan bakar lebih bagus. Secara umum, benefitnya lebih banyak”, ungkap Rizwi.
Setelah B20, Pemerintah pun serius mengembangkan B30. Riswi menyampaikan bahwa baru-baru ini ini Pemerintah melaunching road test B30 dengan memberangkatkan 3 unit truk dan 8 unit kendaraan penumpang berbahan bakar B30 yang masing-masing akan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer. Hal ini sebagai bagian promosi ke masyarakat bahwa B30 memiliki performa yang baik dan ramah lingkungan.
“Kenapa kita mau mengembangkan terus B30 hingga ke B100? B100 ini kedepannya bukan artinya seluruhnya B100 dari BBN, tapi bahan bakunya menjadi bahan baku refinery. Jadi solar dicampurnya langsung di bahan bakunya. B20, B30 itu campuran 2 produk akhir yaitu FAME dicampur BBM Solar. Kalau B100 bahan bakunya yang dicampur dengan crude oil di proses di refinery, dan sudah ada campuran BBN disitu,” papar Rizwi.
Ferrian menambahkan proses pemanfaatan CPO untuk biodiesel ini. “CPO dari bahan baku kelapa sawit, Bahan Bakar Nabatinya itu bahan bakunya CPO kemudian diproses lebih lanjut (transeksterifikasi) menjadi komponen Faty Acid Metil Ester (FAME). FAME ini punya sulfurnya sangat rendah, bahkan tidak ada. Padahal kalau menghilangkan sulfur di minyak bumi perlu proses teknologi yang tinggi. Kalau BBN sulfurnya bisa dikatakan 0%, sehingga lebih ramah lingkungan,” pungkas Ferrian. (esdm)