Jamaninfo.com, Jakarta, 2 Oktober 2025 – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai terbitnya Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Kepolisian RI merupakan langkah bermasalah yang justru menunjukkan kegagalan reformasi di tubuh internal Polri.
Dalam siaran persnya, YLBHI mendesak Kapolri untuk segera mencabut peraturan tersebut karena dianggap ilegal dan melanggar prinsip negara hukum serta demokrasi. “Perkap ini adalah upaya eksklusif institusi kepolisian untuk melegitimasi kepentingannya sendiri dengan menabrak prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan maupun prinsip hukum yang berlaku,” tegas YLBHI.
Perkap tersebut diterbitkan pada 29 September 2025, diduga sebagai reaksi cepat Polri pasca kerusuhan akhir Agustus yang menyasar pos dan kantor kepolisian menyusul tragedi kematian Affan Kurniawan pada 28 Agustus 2025.
YLBHI menilai langkah Polri ini tidak sejalan dengan semangat reformasi, apalagi setelah Kapolri membentuk tim transformasi reformasi kepolisian pada 17 September 2025. Sebaliknya, penerbitan Perkap justru dinilai memperlihatkan lemahnya komitmen perubahan internal.
Catatan Kritis YLBHI terhadap Perkap 4/2025
YLBHI memberikan sejumlah kritik mendasar, antara lain:
- Kewenangan berlebihan – Perkap internal kepolisian seharusnya hanya mengatur hal administratif. Namun Perkap 4/2025 justru memberikan legitimasi penambahan kewenangan upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan tanpa izin pengadilan hingga penggunaan senjata api, yang seharusnya diatur pada tingkat undang-undang oleh DPR dan Pemerintah.
- Bertentangan dengan KUHAP – Peraturan ini tidak merujuk dan bahkan bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
- Istilah multitafsir – Perkap menggunakan istilah baru seperti “tindakan kepolisian” dan “aksi penyerangan” tanpa parameter jelas. Hal ini dikhawatirkan membuka ruang tafsir subjektif dan penyalahgunaan wewenang.
- Bertentangan dengan Perkap sebelumnya – Aturan ini berlawanan dengan Perkapolri No. 1 Tahun 2009 dan No. 8 Tahun 2009 yang menekankan prinsip HAM, legalitas, proporsionalitas, serta penggunaan senjata api hanya sebagai upaya terakhir.
- Minim pengawasan – Tidak adanya mekanisme pengawasan terhadap penggunaan upaya paksa dan senjata api dikhawatirkan akan memperkuat praktik impunitas, brutalitas aparat, hingga potensi extra judicial killing.
YLBHI mencatat sepanjang 2019–2024 terdapat 35 peristiwa penembakan oleh aparat kepolisian dengan 94 orang korban tewas. Situasi ini menunjukkan bahwa aturan yang justru melonggarkan penggunaan senjata akan memperburuk pelanggaran HAM di Indonesia.
YLBHI menegaskan, Perkap 4/2025 bukan hanya inkonstitusional, tetapi juga memperlihatkan ketidakseriusan Polri menjalankan agenda reformasi. Oleh karena itu, organisasi ini mendesak Kapolri untuk segera mencabut peraturan tersebut demi tegaknya prinsip negara hukum, demokrasi, dan penghormatan hak asasi manusia.(*)






