Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola subsektor pertambangan. Sepanjang Triwulan I 2018, Menteri ESDM Ignasius Jonan telah mengeluarkan 5 Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM.
Jonan menegaskan, pelbagai Kepmen tersebut diterbitkan dalam rangka mendukung program Nawa Cita melalui perbaikan pelayanan perizinan kegiatan usaha pertambangan minerba menjadi lebih mudah, cepat dan efisien.
“Kepmen ini adalah penyederhanaan dari belasan bahkan puluhan sertifikasi atau perijinan yang ada di subsektor minerba,” tuturnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (30/5).
Adapun 5 Keputusan Menteri ESDM tersebut, pertama, Keputusan Menteri ESDM Nomor 1823 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengenaan, Pemungutan, dan Pembayaran/Penyetoran PNBP.
Jonan menjelaskan, Kepmen merupakan kewajiban perusahaan tambang untuk menerapkan e-PNBP yang terhubung dengan sistem simphony dari Kementerian Keuangan. Sehingga pembayaran PNBP menjadi tertib dan sumbangan PNBP 2018 dari subsektor minerba akan meningkat sekitar 40-50% dari tahun 2017.
“Ini masalah penertiban pembayaran PNBP saja, karena zaman dulu itu sering telat. Dan yang diperiksa BPK itu yang nunggak juga puluhan miliar, nanti kalau tidak bisa masuk (e-PNBP) tidak kita layani,” jelasnya.
Sementara itu, kedua adalah Kepmen ESDM Nomor 1824 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
Jonan menuturkan, dalam Kepmen tersebut, pada intinya adalah pelibatan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan sebagai pegawai maupun sebagai penyedia jasa, sehingga masyarakat merasa ikut memiliki.
“Kita inginnya pemberdayaan masyarakat setempat itu terlibat langsung, sehingga mengurangi potensi terjadinya ketegangan sosial, jadi sense of ownership-nya ada,” ujarnya.
Kepmen selanjutnya adalah Kepmen ESDM Nomor 1825 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemasangan Tanda Batas Wilayah Usaha Ijin Pertambangan atau Wilayah Usaha Ijin Pertambangan Khusus Operasi Produksi.
Jonan mengungkapkan, Kepmen tersebut adalah pedoman untuk program penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang saling tumpang tindih.
“IUP atau IUPK yang sudah disupervisi oleh KPK, ini sekarang dibuatkan pedoman tanda batas, sehingga tidak ada lagi di kemudian hari wilayah kerja yang tumpang tindih,” ungkapnya.
Selanjutnya adalah Kepmen ESDM Nomor 1826 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Permohonan, Evaluasi, dan Persetujuan Pemberian Rekomendasi Ekspor Mineral Logam Hasil Pengolahan dan Mineral Logam Kriteria Tertentu.
Kepmen 1826 merupakan hasil dari rapat kerja dengan Komisi VII yang menghendaki perusahaan yang progres pembuatan smelternya tidak mengalami kemajuan, maka kegiatan ekspor mineral logam tertentu tersebut harus dicabut dan diberikan denda.
“Kalau tidak tercapai program pembuatan smelternya, jadi evaluasi tiap 6 bulan, itu harus dicabut dan didenda. Jadi kita memberikan sanksi administratif,” papar Jonan.
Yang terakhir adalah Kepmen nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik (Good Mining).
Kepmen ini bertujuan untuk mengurangi masalah keselamatan kerja, karena pada tahun lalu ada dua kecelakaan fatal yang mengakibatkan korban jiwa di subsektor mineral dan batubara.
“Tujuannya (Kepmen 1827) cuma satu, yaitu zero accident pada kegiatan pertambangan,” pungkas Jonan.
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Hendri Kurniawan