Salah satu ciri khas Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah gencarnya pembangunan infrastruktur. Hingga tahun keempat sejak pemerintahan terbentuk pada 2014, Presiden Jokowi telah mencanangkan tekad untuk membangun infrastruktur hingga daerah pelosok dan perbatasan, dalam rangka pemerataan kesejahteraan nasional.
Indikasi nyata dari hal tersebut dapat dilihat, antara lain terus meningkatnya alokasi dana infrastruktur, yaitu dari Rp 154,7 triliun pada 2014, kemudian Rp 256,1 trilun pada 2015, selanjutnya Rp 269,1 triliun pada 2016, berikutnya Rp 388,3 trilin pada 2017, hingga Rp 410 triliun pada 2018.
Bahkan, pada 2019 juga direncanakan jumlah tersebut meningkat hingga Rp 420,5 triliun. “Kita akan terus melanjutkan penyelesaian target pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk pembangunan di daerah,” kata Presiden Jokowi dalam banyak kesempatan.
Tekad  menyelesaikan target infrastruktur itu juga tetap diteguhkan di tengah rencana pemerintah menyusun RAPBN 2019 yang diprioritaskan pada pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Pemerintah sadar bahwa menyelesaikan target pembangunan infrastruktur hal yang penting, mengingat upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mengurangi ketimpangan di daerah-daerah memerlukan konektivitas antardaerah yang kuat.
Dengan pembangunan infrastruktur, diharapkan antarwilayah saling terhubung sehingga akhirnya memeratakan pembangunan, menumbuhkan kegiatan ekonomi baru, dan meningkatkan distribusi barang dan jasa, hingga hasil akhirnya pengurangan kemiskinan dan ketimpangan, serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Sejak 2015, pemerintah telah membangun, merekonstruksi, atau melakukan pelebaran jalan nasional sepanjang 12.783 kilometer, membangun 11 bandara baru, dan membangun 369 kilometer rel kereta api.
Sementara dalam hal penyediaan perumahan bagi masyarakat, pemerintah telah memfasilitasi kepemilikan 781.000 rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui dana bergulir, subsidi bunga, bantuan uang muka, dan insentif perpajakan.
Untuk mengejar target pembangunan infrastruktur pada 2019, dan dengan menggunakan dana APBN sebagai katalis, pemerintah berencana membangun antara lain 667 kilometer ruas jalan nasional baru, 905 kilometer jalan tol, 48 bendungan, dan 162 ribu hektare jaringan irigasi.
Pemerintah saat ini juga memiliki 245 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tengah dikerjakan dengan total biaya hingga Rp 4.197 triliun.
“Pekerjaan infrastruktur di lapangan itu sudah ada yang hampir selesai, ada yang masih 30 persen, ada yang 60 persen, ada yang 70 persen, ada yang sudah selesai,” kata Presiden dalam pameran foto pembangunan infrastruktur di Monas, Jakarta Pusat, 27 Agustus 2018.
Terkait dengan kendala, Presiden mengungkapkan bahwa sejumlah pembangunan infrastruktur masih terkendala pembebasan lahan, tetapi pemerintah berupaya menyelesaikan persoalan itu dengan mengedepankan dialog yang bersifat demokratis dengan warga.
Sedangkan terkait dengan pameran foto tersebut, Jokowi menuturkan bahwa penyelenggaraan acara itu juga diharapkan dapat membangkitkan optimisme bangsa terkait dengan pembangunan infrastruktur yang digalakkan pemerintah.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan pembangunan infrastruktur di Tanah Air telah berhasil menurunkan angka kemiskinan.
Sepanjang empat tahun membangun infrastruktur nasional, kemiskinan menurun dari 11,1 persen pada 2014 menjadi 9,28 persen pada 2018.
Tantangan pembangunan infrastruktur yang dihadapi sebenarnya mengatasi kesenjangan kawasan di wilayah Indonesia bagian barat dan timur, meningkatkan daya saing nasional, optimalisasi pemanfaatan sumber daya untuk mendukung kedaulatan pangan dan energi, serta mengurangi urbanisasi.
Dia menambahkan indeks gini menunjukkan penurunan dari 0,395 menjadi 0,380, sedangkan Indeks Daya Saing Global dari ranking 50 menjadi 36.
Sasaran pembangunan infrastruktur PUPR itu adalah konektivitas Nusantara (jalan tol sepanjang 1.000 km, jalan nasional sepanjang 2.650 km, jembatan 30 km), ketahanan air dan pangan (65 waduk, satu juta jaringan irigasi), perumahan (satu juta rumah), infrastruktur permukiman (air minum dan sanitasi lakan untuk mengoptimalkan belanja anggaran 2019, dirinya memberikan sejumlah arahan dalam penyusunan program di kementerian yang dipimpinnya.
Sejumlah arahan tersebut adalah proyek yang sudah dikerjakan tidak boleh ada yang berhenti dan diselesaikan sesuai rencana, tidak ada usulan pembangunan infrastruktur yang tahun jamak kecuali bendungan, serta besaran belanja barang tidak boleh lebih besar dari 2017.
Terkait dengan permasalahan pembiayaan infrastruktur, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara merupakan salah satu inovasi yang dapat digunakan sebagai sarana pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Kemampuan pendanaan pemerintah melalui APBN sangat terbatas untuk membiayai pembangunan infraastruktur secara utuh. Oleh karena itu, diperlukan berbagai inovasi pembiayaan.
Kementerian PUPR memanfaatkan secara optimal potensi alternatif pembiayaan seperti SBSN untuk mengurangi kesenjangan antara kebutuhan dengan kemampuan pembiayaan APBN dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur.
Pembiayaan SBSN 2018 di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk proyek infrastruktur yang memberikan dampak besar terhadap peningkatan ekonomi melalui peningkatan konektivitas antarwilayah, terutama yang digunakan sebagai jalur logistik, pariwisata, dan jalan akses ke pelabuhan dan bandara.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Sugiyartanto mengatakan fokus pelaksanaan proyek jalan dan jembatan dengan pembiayaan SBSN, meliputi peningkatan kemantapan jalan lintas utama dalam rangka penguatan daya saing bangsa dan mendukung Sistem Logistik Nasional.
SBSN diprioritaskan pada ruas yang sudah berfungsi dan bisa memacu percepatan konektivitas jalan yang sudah ada sekaligus mempercepat atau mengurangi waktu tempuh pada jalan lintas utama, yakni sebagian lintas timur Jambi, lintas selatan Kalimantan, lintas barat Sulawesi, dan lintas utara Jawa non-tol.
Dengan adanya peningkatan kemantapan jalan lintas utama, maka dapat mengurangi waktu tempuh kendaraan pada jalur utama dari 2,7 jam/100 km menjadi 2,1 jam/100 km.
Untuk itu konsentrasi alokasi dana SBSN yang merupakan dana pinjaman dalam negeri difokuskan dalam memelihara ruas-ruas jalan nasional.
Keunggulan SBSN sebagai sumber pendanaan dari dalam negeri berdampak pada kemandirian pembangunan infrastruktur di mana kontraktor dan konsultan yang terlibat sepenuhnya merupakan orang Indonesia.
Hal tersebut juga dinilai berbeda dengan pinjaman bilateral dan multilateral yang umumnya mensyaratkan keterlibatan kontraktor dan konsultan dari negara donor.
Di dalam Pertemuan Tahunan IMF-WB yang baru saja digelar di Bali, beberapa waktu lalu, sektor infrastruktur juga menjadi salah satu sorotan utama.
Pada hari pertama penyelenggaraan acara IMF-World Bank Annual Meeting 2018 di Nusa Dua, Bali, Senin (8/10), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyaksikan penandatanganan perjanjian dukungan pembiayaan dan penjaminan sejumlah proyek infrastruktur dengan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Menurut Menteri Basuki, pihaknya meningkatkan pelayanan sektor infrastruktur nasional melalui skema KPBU yang dinilai memberi manfaat, yakni aset selalu terpelihara, akuntabilitas anggaran pemeliharaan sangat transparan, dan kualitas infrastruktur terjaga.
Hal tersebut karena inovasi sumber pembiayaan non-APBN melalui KPBU turut mempercepat ketersediaan infrastruktur dalam rangka pemenuhan permintaan masyarakat yang tinggi sebagai alternatif APBN yang terbatas.
Apresiasi kepada Kementerian Keuangan patut disampaikan karen turut mendukung inovasi pembiayaan tidak hanya dalam pembangunan namun juga pemeliharaan infrastruktur PUPR, seperti jalan tol, air minum, dan yang terbaru dalam hal preservasi jalan nasional non-tol.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan perubahan paradigma dalam pembiayaan infrastruktur membutuhkan stabilitas ekonomi makro untuk memberikan kepastian terhadap investor swasta.
“Kami tidak bisa membuat paradigma baru tanpa stabilitas ekonomi makro. Untuk itu, pemerintah terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan,” katanya saat pidato kunci acara “Indonesia Investment Forum” di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).
Perubahan paradigma dalam pembiayaan infrastruktur sangat penting karena dalam kondisi saat ini tidak mungkin mengandalkan cara-cara tradisional melalui pendanaan dari sisi fiskal, karena APBN yang terbatas.
Selain itu, Indonesia melalui 14 BUMN mengantongi investasi hingga 13,5 miliar dolar AS atau setara Rp 202,5 triliun (kurs Rp15.000/dolar AS) untuk pengembangan proyek infrastruktur dari kesepakatan di rangkaian acara IMF-WB tersebut.
Menteri BUMN Rini Sumarno di Forum Infrastruktur Indonesia, mengatakan 80 persen dari total nilai investasi merupakan kerja sama berbentuk kemitraan strategis antara BUMN dan investor, sedangkan sisanya investasi melalui pasar modal dan pembiayaan proyek.
Kesepakatan pembiayaan ini menjadi solusi untuk menambah alternatif sumber pendanaan di tengah kebutuhan membangun banyak proyek infrastrukur.
Dengan mayoritas skema investasi berbentuk kemitraan strategis, Rini mengharapkan BUMN domestik mendapatkan keahlian dari sektor swasta untuk pembangunan infrastruktur dengan kualitas internasional.
Selain kesepakatan investasi, Indonesia juga menandatangani kerja sama lindung nilai (hedging) kurs mata uang berbasis syariah. Lindung nilai syariah ini pertama kalinya diterapkan di Indonesia.
Sumber: https://jpp.go.id
Editor: Rahmawati Alfiyah