Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meyakini bahwa permintaan industri alat berat di Indonesia semakin meningkat seiring dengan membaiknya harga komoditas, gencarnya pembangunan sektor konstruksi dan naiknya aktivitas sektor pertambangan di dalam negeri. Hal ini tentu membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Untuk itu, kami berharap kepada pelaku industri alat berat dapat memanfaatkan dengan menguatnya harga komoditas untuk memacu produksinya,” kata Airlangga saat mengunjungi pabrik PT United Tractors Pandu Engineering di Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (5/7).
Berdasarkan data Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi), dalam dua tahun terakhir terjadi kenaikan produksi alat berat. Pada 2016, produksi mencapai 3.678 unit dan 2017 menjadi sebanyak 5.609 unit. Sementara itu, produksi di kuartal I tahun 2018 tercatat 1.684 unit yang diproduksi.
Produksi alat berat sepanjang kuartal pertama tersebut, naik sebesar 46,05 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Produksi ini didominasi untuk memenuhi kebutuhan sektor konstruksi dan pertambangan.
Adapun alat berat jenis hydraulic excavator menjadi kontributor tertinggi dari total produksi di kuartal I/2018 yang mencapai 1.534 unit atau 91,09 persen, diikuti bulldozer 89 unit, dump truck 60 unit, dan motor grader 1 unit.
“Sepanjang tahun 2018, produksi alat berat ditarget Hinabi bisa tembus 7.000 unit,” jelas Airlangga.
Guna mendongkrak daya saing industri alat berat nasional, Kementerian Perindustrian mendorong sektor ini terus berinovasi untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi sesuai kebutuhan pasar saat ini.
“Pemerintah akan memfasilitasi pemberian super deductible tax bagi industri yang berinovasi,” tegas Airlangga.
Langkah tersebut sesuai dengan peta jalan Making Indonesia 4.0, di mana program prioritas untuk mendukung implementasi revolusi industri keempat di Tanah Air, di antaranya adalah pembangunan ekosistem inovasi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Ia juga menyampaikan terkait pentingnya sektor ini untuk terlibat dalam program pendidikan vokasi yang diinisasi oleh Kemenperin dengan konsep link and match antara industri dengan SMK.
“Tujuannya adalah mencetak tenaga kerja kompeten sesuai kebutuhan dunia industri saat ini. Pasalnya, engineering company seperti ini, bisa survive karena mereka megutamakan pembangunan SDM,” tandas Airlangga.
Airlangga menambahkan, industri alat berat berperan penting mendukung kegiatan usaha lain, seperti di sektor pertambangan, pengolahan lahan hutan, pembangunan infrastruktur, serta perkebunan dan pertanian.
Hal ini mendukung akselerasi program pemerintah dalam menerapkan kebijakan hilirisasi. Di samping itu, tercipta juga pertumbuhan bagi ekonomi lokal.
“Kebijakan tersebut sebagai langkah untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk-produk industri lanjutan,” paparnya.
“Misalnya di Kabupaten Morowali, adanya industri smelter, ekonomi di sana naik sebesar 65 persen di tahun 2015 dan mendorong peningkatan ekspor lebih dari 80 persen pada 2017,” imbuh Airlangga.
Pemerintah berupaya memacu industri alat berat di dalam negeri semakin meningkatkan komponen lokalnya. “Seperti pengembangan kendaraan pedesaan multiguna yang tengah kami dorong, di mana komponen lokalnya sudah mencapai 70 persen. Jadi, kalau kita sudah bisa buat di dalam negeri, tidak perlu lagi impor,” ungkap Airlangga.
Pada kesempatan itu, Airlangga juga memberikan apresiasi kepada PT United Tractors Pandu Engineering (UTPE) atau lebih dikenal melalui brand-nya PATRIA, yang merupakan salah satu anak perusahaan PT United Tractors Tbk.
Perusahaan ini berdiri sejak 8 Februari 1983, dengan fokus usahanya di bidang permesinan dan manufaktur untuk sektor industri alat berat, maritim, dan energi.
“Dari penjualan produknya, serta konsolidasi dengan anak-anak usahanya, UTPE memproyeksi penjualan di tahun 2018 sebesar Rp2,2 triliun, di mana 67 persen ditargetkan dari sektor industri alat berat dan sisanya industri maritim,” ungkap Presiden Direktur UTPE Hilman Risan.
Selain memenuhi kebutuhan pasar domestik, produk UTPE juga telah diekspor ke berbagai negara seperti Rusia, India, Amerika Serikat, Perancis, Australia dan kawasan Asia Tenggara.
“Kami juga tengah menyesuaikan diri terhadap perkembangan teknologi industri 4.0, dengan mentransformasi UTPE melalui intelligent plant dashboard. Upaya ini menjadikan rangkaian aktivitas dan value UTPE semakin terkoneksi satu sama lain dengan baik sehingga proses produksi pun akan lebih baik,” papar Hilman.
Sumber: www.kemenperin.go.id
Editor: Rahmawati Alfiyah