Pada tanggal 1 Juni 2016, Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun 2016 memutuskan bahwa setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya pancasila. Pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indnesia (BPUPKI) Ir. Soekarno pertama kali memperkenalkan pancasila sebagai dasar negara.
Memang, didalam perjalanannya, pancasila mengalami proses dialektika hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan dan akhirnya disepakati menjadi rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945.
Rumusan pancasila sejak pertama kali dikenalkan hingga menjadi rumusan final merupakan kesatuan proses kelahiran pancasila menjadi dasar negara dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Pertanyaannya, mengapa pidato 1 Juni 1945 Soekarno yang memperkenalkan konsepsi pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa tersebut baru ditetapkan sebagai hari lahirnya pancasila?
Sebenarnya, setelah pidato 1 Juni 1945 Soekarno diterbitkan secara resmi oleh negara, sejak tahun 1947, tanggal 1 Juni selalu dikenang sebagai hari lahirnya pancasila. Namun setelah orde baru berkuasa, yakni tahun 1970, pemerintah melalui Kopkamtib melarang setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya pancasila.
Pemerintahan orde baru melakukan upaya-upaya de-sukarnoisasi dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Parahnya, pemikiran dan gagasan yang selanjutnya disebut sebagai ajaran-ajaran Bung Karno yang sudah dibukukan dan menjadi bahan indoktrinasi dilarang untuk beredar dan dibaca oleh rakyat, termasuk pidato 1 Juni 1945.
Pemerintah orde baru memaknai dan mengembangkan pancasila menjadi Eka Prasetya Panca Karsa yang selanjutnya digunakan untuk materi indoktrinasi melalui penataran P4 yang wajib diikuti oleh seluruh instansi. Pancasila dipersempit ruang geraknya sebagai falsafah hidup dan ideologi bangsa dengan menjadikannya hanya sebagai butir-butir pengamalan.
Bahkan, pemerintah orde baru malah memperkenalkan 1 Oktober 1965 sebagai hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Menurut tafsirnya, pancasila menunjukkan kesaktiannya karena mampu menjadi dasar untuk membunuh jutaan manusia, rakyat Indonesia sendiri.
Membumikan (kembali) Pancasila
Dalam perkembangannya hingga saat ini, menurut Prof. La Ode Malihu, hanya ada tiga negara di dunia ini yang merupakan negara cita-cita: Uni Soviet dengan Manifesto Komunisnya; Amerika Serikat dengan Declaration Of Independentnya; dan Indonesia dengan pancasilanya. Negara-negara tersebut tidak berdiri di atas kesamaan ras, suku, agama, dan golongan. Negara-negara tersebut berdiri tegak dalam perbedaan yang mencita-citakan keluhuran: kemerdekaan, kesejahteraan, dan kemakmuran.
Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan landasan/dasar, jalan hidup, dan pandangan ke depan. Didalamnya pancasila, terdapat cita-cita besar seluruh bangsa—yang disatukan atas dasar nasib bersama—untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur: merdeka bersama, sejahtera bersama, dan makmur bersama. Tanpa itu, bangsa Indonesia akan sangat mudah diombang-ambingkan oleh kemajuan zaman.
Sebagai pandangan hidup, pancasila adalah konsepsi kehidupan yang dicita-citakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Kehidupan yang jauh dari papa sengsara dan perselisihan antar bangsa. Kehidupan yang memberikan kepastian bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Kehidupan yang memberikan jaminan rasa aman dan damai.
Sebenarnya, kehidupan yang dicita-citakan itu, adalah manifestasi kembali budaya bangsa yang sejak lama terkubur dalam kelamnya kolonialisme. Pancasila berakar kuat dari buminya Indonesia. sebagaimana penggagas kebangsaan di dunia yang lain, Soekarno menggali ideologi bangsa ini relevan dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Karena merupakan pandangan, yang berarti juga pedoman dan penuntun kehidupan. Maka pancasila juga selayaknya diterjemahkan dalam sikap dan perilaku keseharian dalam kehidupan dan kebangsaan sehingga terwujud kehidupan harmonis masyarakat. Upaya tersebut juga harus diilihami oleh seluruh individu dan bangsa Indonesia. Hingga akhirnya pancasila mampu menjadi bintang pengarah bagi seluruh aspek kebangsaan Indonesia.
Pancasila dalam Pemerintahan Saat Ini
Pada saat kampanye, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah merumuskan tiga problem pokok bangsa Indonesia saat ini yang harus segera diselesaikan. Problem pokok bangsa tersebut adalah: 1) merosotnya kewibawaan negara, 2) melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional, dan 3) merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.
Jokowi-JK berjanji, dalam menyelesaikan permasalahan mendasar bangsa, tidak ada jalan lain kecuali meneguhkan kembali jalan ideologis bangsa, yakni pancasila. Pancasila diyakini mampu membawa bangsa ini bertahan dalam deraan gelombang sejarah. Pancasila adalah penuntun, pancasila adalah penggerak, pancasila adalah pemersatu perjuangan, dan pancasila adalah bintang pengarah.
Mereka meyakini bahwa pancasila mampu meletakkan dasar sekaligus memberikan arah dalam pembungan jiwa bangsa untuk menegakkan kembali kedaulatan, martabat, dan kebanggaan sebagai suatu bangsa. Akhirnya, Jokowi-JK menerjemahkan jalan ideologis tersebut kedalam sembilan agenda prioritas yang kita kenal dengan Nawacita.
Setelah terpilih, Pemerintahan yang dijalankan oleh Jokowi-JK selanjutnya berada dalam rel dan jalan yang sudah ditentukan sejak awal. Nawacita yang merupakan penerjamahan jalan terus digebut untuk diwujudkan. Hingga hari ini, nawacita menjadi jalan bagi pemerintah untuk terus mewujudkan cita-cita yang diidealkan di dalam pancasila.
Sebagai salah satu bagian dari generasi penerus bangsa ini, yang juga mencita-citakan pancasila sebagai pandangan hidup terwujud dalam seluruh sendi kehidupan bangsa dan negara. Mari berduyun-duyun, bergotong royong, bersama pemerintah membawa kembali pancasila ke asalnya, buminya Indonesia. Maka dengan segera akan terwujud cita-cita besar masyarakat adil dan makmur tersebut. (*)
*Iwan Dwi Laksono Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN)