Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berakhir pada Kamis (19/7) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 5,25%, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,50%, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,00%.
Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi sehingga dapat menjaga stabilitas, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah.
“Pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia diyakini dapat meningkatkan fleksibilitas manajemen likuiditas dan intermediasi perbankan bagi pertumbuhan ekonomi,” kata Direktur Eskekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Agusman, Bank Indonesia akan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas dan implementasi reformasi struktural untuk menurunkan defisit transaksi berjalan, termasuk peningkatan devisa pariwisata dan pembiayaan infrastruktur oleh swasta.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian baik domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik.
Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah dinamika pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak merata. Ekonomi AS diprakirakan tumbuh tinggi dengan inflasi yang semakin meningkat, sementara pertumbuhan ekonomi Eropa terindikasi tidak sekuat prakiraan sebelumnya dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga belum meningkat.
Dinamika ekonomi dunia tersebut mendorong perlambatan pertumbuhan volume perdagangan dan harga komoditas. Dengan inflasi yang meningkat, the Fed diprakirakan akan melanjutkan kenaikan Fed Fund Rate (FFR).
“Ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok meningkatkan risiko di pasar keuangan global serta risiko keberlanjutan pemulihan ekonomi dunia,” terangnya.
Pelbagai perkembangan tersebut, lanjut Agusman, telah mendorong penguatan mata uang dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia termasuk Rupiah. “Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi juga mengakibatkan berlanjutnya pembalikan modal dari emerging market,” tandasnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2018 diprakirakan tetap baik didukung oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan terjaga didukung stimulus fiskal, perbaikan pendapatan, inflasi yang terjaga, serta kenaikan keyakinan konsumen menengah atas.
Investasi diprakirakan tetap kuat, yang tidak hanya didukung oleh proyek infrastruktur, tetapi juga oleh proyek noninfrastruktur, baik di investasi bangunan maupun di investasi nonbangunan. Kuatnya permintaan domestik mendorong kenaikan pertumbuhan impor, khususnya impor barang modal seperti alat angkut, mesin, peralatan dan suku cadang.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor terindikasi tidak sekuat prakiraan dipengaruhi tren harga komoditas global yang menurun. Prakiraan net ekspor yang tidak sekuat prakiraan sebelumnya mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi 2018 yang diprakirakan mendekati batas bawah kisaran proyeksi 5,1-5,5%.
“Neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 mencatat surplus didukung surplus neraca perdagangan nonmigas dan penurunan defisit neraca perdagangan migas,” jelas Agusman.
Menurutnua, surplus neraca perdagangan nonmigas terutama karena turunnya impor nonmigas seperti impor mesin dan pesawat mekanik, mesin dan peralatan listrik, besi dan baja, plastik dan barang dari plastik, serta bahan kimia organik.
Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas yang menurun dipengaruhi meningkatnya ekspor yang disertai menurunnya impor migas. Perkembangan ini kemudian mendorong neraca perdagangan Juni 2018 mencatat surplus 1,7 miliar dolar AS, setelah pada bulan sebelumnya mencatat defisit 1,5 miliar dolar AS.
Secara keseluruhan, surplus neraca perdagangan pada Juni 2018 dapat mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan yang diprakirakan meningkat pada triwulan II-2018. S
Secara keseluruhan untuk tahun 2018, defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap berada dalam batas yang aman yaitu tidak melebihi 3,0% dari PDB.
“Dengan kondisi tersebut, posisi cadangan devisa pada Juni 2018 tercatat 119,8 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” tegas Agusman.
Nilai tukar Rupiah melemah terbatas akibat berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Rupiah menguat di awal Juli 2018 sebagai respons positif pelaku pasar atas kebijakan moneter BI yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve pada RDG Juni 2018 yang menaikkan BI7DRR sebesar 50bps.
Respons tersebut mendorong aliran masuk modal asing ke pasar keuangan, khususnya Surat Berharga Negara sehingga mendorong penguatan Rupiah.
Tekanan terhadap Rupiah kembali meningkat seiring kuatnya ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian memicu penguatan dolar AS secara meluas. Rupiah pada 18 Juli 2018 tercatat Rp14.405 per dolar AS, sedikit melemah 0,52% (ptp) dibandingkan dengan level akhir Juni 2018.
Dengan perkembangan ini, Rupiah melemah 5,81% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2017, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara berkembang lain seperti Filipina, India, Afrika Selatan, Brasil dan Turki.
“Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan,” ungkap Agusman.
Kebijakan tetap ditopang oleh strategi intervensi ganda dan strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang Rupiah dan pasar swap antarbank.
Inflasi tetap terkendali didukung oleh ekspektasi yang terjaga dan pasokan yang stabil. Inflasi IHK pada Juni 2018 tercatat 0,59% (mtm), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan lalu sebesar 0,21% (mtm). Peningkatan dipengaruhi faktor musiman terkait kenaikan permintaan di Hari Raya Idul Fitri.
Meskipun meningkat, inflasi IHK Juni 2018 secara historis lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi IHK pada periode Idul Fitri dalam empat tahun terakhir yang sebesar 0,81% (mtm).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK secara tahunan tercatat turun dari 3,23% (yoy) pada bulan lalu menjadi 3,12% (yoy). “Inflasi yang terkendali didukung inflasi inti yang stabil sejalan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam menjaga pergerakan nilai tukar Rupiah agar sesuai dengan fundamentalnya,” ujar Agusman.
Selain itu, inflasi volatile food tercatat lebih rendah dibandingkan dengan pola historis inflasi volatile food pada periode Idul Fitri, didukung oleh pasokan yang memadai. Sementara itu, inflasi administered prices meningkat, terutama akibat kenaikan inflasi angkutan udara dan angkutan antar kota sesuai pola musiman di periode Idul Fitri.
Ke depan, inflasi 2018 diperkirakan berada di sekitar angka tengah sasaran inflasi 2018, yaitu 3,5%±1% (yoy). Koordinasi kebijakan antara Pemerintah Pusat-Daerah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi akan terus diperkuat.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga pada Mei 2018 disertai intermediasi perbankan yang membaik dan pembiayaan nonbank yang positif. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang tinggi mencapai 22,1% dan rasio likuiditas (AL/DPK) yang masih aman yaitu sebesar 20,3% pada Mei 2018.
Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yaitu sebesar 2,79% (gross) atau 1,28% (net). Stabilitas sistem keuangan yang terjaga berkontribusi positif pada perbaikan fungsi intermediasi perbankan. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Mei 2018 tercatat 6,5% (yoy), turun dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 8,1% (yoy).
Penurunan DPK diyakini tidak akan menghambat pertumbuhan kredit mengingat likuiditas perbankan masih baik dan mampu mendukung pembiayaan pembangunan. Pertumbuhan kredit pada Mei 2018 tercatat sebesar 10,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,9% (yoy).
Dari nonbank, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, seperti penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) meningkat 60,2% (yoy) pada Mei 2018.
“Dengan perbaikan ekonomi dan kemajuan konsolidasi korporasi dan perbankan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan Kredit dan DPK akan lebih baik pada 2018, masing-masing dalam kisaran 10,0-12,0% (yoy) dan 9,0-11,0% (yoy),” papar Agusman.
Peningkatan intermediasi perbankan didukung pula oleh relaksasi kebijakan makroprudensial yang dilakukan Bank Indonesia melalui pelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV) serta implementasi kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Giro Wajib Minimum (GWM) Rata-rata.
Sumber: www.bi.go.id
Editor: Rahmawati Alfiyah