Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto menyampaikan bahwa kawasan industri memiliki peran strategis sebagai salah satu upaya dalam percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri di Indonesia.
Menurut Airlangga, hal itu sangat relevan dengan Nawacita untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan melalui peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing.
“Pembangunan kawasan industri juga merupakan langkah pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dalam negeri serta mewujudkan Indonesia sentris,” tegasnya di Kawasan Industri Java Integrated Industrial Ports and Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, Jumat (9/3) lalu.
Untuk diketahui, sebanyak 10 kawasan industri ditargetkan terbangun hingga tahun 2019 sesuai program Nawacita. Saat ini, 10 kawasan industri baru sudah beroperasi. Bahkan, ada tiga tambahan kawasan industri yang menyusul selesai pembangunannya pada tahun 2018.
Airlangga menargetkan, pada tahun 2018, nilai investasi yang bisa ditarik dari 13 kawasan industri akan mencapai Rp 250,7 triliun. Ke-13 kawasan industri (KI) tersebut, yaitu KI Morowali, Sulawesi Tengah, KI atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara; KI Bantaeng, Sulawesi Selatan; KI JIIPE Gresik, Jawa Timur; KI Kendal, Jawa Tengah; dan KI Wilmar Serang, Banten; KI Dumai, Riau; KI Konawe, Sulawesi Tenggara; KI/KEK Palu, Sulawesi Tengah; KI/KEK Bitung, Sulawesi Utara; KI Ketapang, Kalimantan Barat; KI/KEK Lhokseumawe, Aceh; dan KI Tanjung Buton, Riau.
“Kami juga telah memfasilitasi pembangunan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri guna mempermudah penyerapan tenaga kerja sesuai kebutuhan perusahaan-perusahaan di dalamnya,” kata Airlangga.
Bahkan, pemerintah juga sudah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan untuk mendorong peningkatan investasi pembangunan kawasan industri seperti fasilitas perpajakan dan kepabeanan, serta pengurangan, keringanan, atau pembebasan Pajak dan Retribusi berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Selain itu, kemudahan pembangunan dan pengelolaan tenaga listrik untuk kebutuhan sendiri dan industri di dalam Kawasan Industri, penetapan Objek Vital Nasional Sektor Industri (OVNI) dan Kawasan Berikat/Pusat Logistik Berikat, serta program Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK).
Airlangga menuturkan bahwa pemerintah berkomitmen menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberikan kemudahan berbisnis kepada pelaku usaha di Indonesia.
“Pemerintah telah meluncurkan beberapa paket kebijakan ekonomi, di antaranya guna meningkatkan daya saing industri. Selain itu, melalui kebijakan deregulasi disertai dengan mempermudah persyaratan dan perizinan,” tuturnya.
Industri manufaktur nasional menunjukkan kinerja yang semakin agresif, dengan upayanya melakukan peningkatan pada ekspansi dan penyerapan tenaga kerja.
Hal ini berdasarkan laporan indeks manajer pembelian (purchasing manager index/PMI) yang dirilis Nikkei dan Markit, PMI manufaktur Indonesia naik dari 49,9 pada bulan Januari menjadi di posisi 51,4 pada Februari 2018.
PMI di atas 50 ini kembali diraih, setelah sebelumnya pada Desember 2017 dan Januari 2018 berada di bawah titik netral tersebut. PMI di atas 50 menandakan manufaktur tengah ekspansif.
Bahkan, capaian PMI manufaktur Indonesia di bulan Februari 2018 juga memperlihatkan posisi tertinggi pada kondisi operasional sejak bulan Juni 2016 atau 20 bulan yang lalu.
Sumber: http://kemenperin.go.id/
Editor: Hendri Kurniawan