Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan A. Djalil menegaskan bahwa pembebasan tanah untuk kepentingan umum harus tetap dijalankan. Pasalnya, regulasi terkait pengadaan tanah bagi kepentingan umum sudah cukup fair. Menurutnya, Undang-Undang Pokok Agraria telah menyebutkan bahwa tanah harus mempunyai fungsi sosial.
“Tidak boleh tanah atau hak private property itu mengalahkan kepentingan publik sebab kepentingan publik itu bersifat absolut,” kata Sofyan dalam kegiatan sosialisasi/kursus singkat tahun 2018 dengan tema Penilai Pertanahan Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum di Crowne Plaza Hotel Jakarta, Rabu (2/5).
Peserta Kegiatan tersebut berjumlah 280 orang terdiri dari 35 orang peserta di lingkungan Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan 245 orang Penilai Publik (Penilai Pertanahan) yang merupakan anggota Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
Sofyan mengatakan, profesi penilai pertanahan ini adalah bagian dari reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Kementerian ATR. Menurutnya, Pemerintah menyadari bahwa keberadaan pemerintah makin lama makin mengecil dan partisipasi masyarakat semakin besar.
“Supaya birokrasi negara jangan terlalu besar dan sebagai pemberi regulasi yang menjamin fairness kepada masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya kode etik bagi profesi penilai pertanahan. Hal itu bertujuan agar kepentingan umum tetap dapat terlindungi.
“Tidak fair kalau pekerjaan ini kita berikan ke masyarakat lalu masyarakat bisa berbuat ‘semau gue’. Core-nya adalah kode etik, dimana peran Pemerintah adalah menjadi pengawas supaya kepentingan umum terlindungi,” ujar Sofyan.
Sumber: www.bpn.go.id
Editor: Rahmawati Alfiyah