Dalam rangka mendorong peningkatan produksi minyak dan gas bumi nasional untuk kebutuhan domestik maupun ekspor, Pemerintah memastikan bahwa pasokan migas nasional akan bertambah pada tahun 2024 mendatang.
“Ke depan kami berharap bisa produksi migas lebih banyak lagi,” ujar Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu (SKK) Migas Sukandar dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk “Menjaga Ketersediaan Migas” di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (01/08).
Sukandar mengakui bahwa dalam mengembangkan produksi migas tidak serta merta kontrak tandatangani dan dapat langsung berproduksi. Ia menjelaskan, dari masa eksplorasi hingga mencapai produksi pertama paling cepat 2-4 tahun. “Bahkan, produksi gas jauh lebih rumit,” tandasnya.
Kendati demikian, Sukandar menambahkan, ada penurunan signifikan produksi minyak bumi sejak tahun 2002 sehingga Indonesia tidak lagi mampu mengekspor minyak bumi, namun produksi gas bumi masih bisa dipertahankan.
“Pemerintah setidaknya menahan penurunan produksi minyak bumi bahkan dalam 3-5 tahun ke depan diharapkan ada kenaikan,” imbuhnya.
Sejauh ini, total target produksi migas nasional tahun 2018 sebanyak 2 juta barel per hari (bph) yang disumbang dari kontribusi pasokan 800 ribu bph minyak mentah dan gas bumi sebanyak setara 1,2 juta bph.
Sukandar menuturkan, dari target penerimaan negara 2018 sebesar USD 11,9 miliar pada saat ini sudah mencapai USD 8,5 miliar. Capaian ini lebih bagus dari target di tahun sama. “Diperkirakan penerimaan migas mencapai US$15 miliar pada 2018,” ucapnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa ihwal peningkatan produksi migas, pemerintah bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sedang mengembangkan 13-14 Wilayah Kerja Migas yang potensial menambah pendapatan negara.
Sukandar menerangkan, Proyek Train baru di Tangguh, Papua Barat diharapkan mampu menghasilkan gas 3,8 juta metrik ton (MT) per tahun. Ini di luar produksi LNG Tangguh rata-rata gas 7,6 juta metrik ton selama ini untuk kebutuhan ekspor sebagian lagi dipakai untuk kebutuhan pembangkit PLN.
“Sebab sebagian proyek listrik 35 ribu megawatt adalah kombinasi pembangkit gas bukan lagi memakai batu bara,” terangnya.
Selain itu, menurut Sukandar, masih ada lagi potensi tambahan gas dari Proyek IDD Selat Sulawesi dengan produksi sekitar 6 juta metrik ton per tahun. Sebagian hasil produksinya akan diolah di LNG Badak Kaltim.
Potensi besar lainnya berasal dari Blok Masela yang bisa menghasilkan 9,5 juta metrik ton gas. Menurut rencana, SKK Migas akan menyetujui Plan of Development (PoD) pada akhir tahun ini. Proyek gas lepas pantai ini bakal menelan biaya USD 15 miliar.
“Diperkirakan pada tahun 2023-2024 ada tambahan pasokan gas dari IDD dan LNG Tangguh bisa dicapai,” ungkapnya.
Penambahan suplai gas ini akan menambahkan kebutuhan domestik. Sebab dalam beberapa tahun terakhir memang terjadi perubahan kebijakan dari sebelumnya lebih berorientasi ekspor kini untuk kebutuhan domestik seperti PLN, industri, rumah tangga. Volume suplai gas sekitar 60% untuk konsumsi nasional.
Sejak tahun 2008 produksi minyak bumi terus menurun sampai sekarang rata-rata 800 ribu bph. Ada kenaikan sedikit di tahun 2016 karena ada tambahan 50 ribu bph dari Blok Cepu yang dikelola Exxon.
Penambahan produksi dari 12 wilayah kerja migas yang dikelola Pertamina dan terakhir penetapan Blok Rokan diharapkan bakal menambahkan produksi minyak mentah dalam beberapa tahun mendatang.
Reporter: Rahmawati Alfiyah
