Fintek atau financial technology (fintech) adalah topik hangat akhir-akhir ini. Teknologi keuangan berbasis internet ini dengan cepat mendapatkan popularitas dan diadopsi banyak pihak. Ini sejalan dengan banyaknya negara global yang bertransformasi ke digital secara lengkap.
Sebuah laporan baru-baru ini oleh firma akuntansi global Deloitte, dalam kemitraan dengan Robocash Group, menyatakan bahwa negara-negara ASEAN memiliki potensi tertinggi di pasar fintech hingga 2020.
Di Indonesia, perusahaan teknologi finansial (tekfin/financial technology/fintech) juga terus tumbuh bak jamur di musim hujan.
Sebagaimana dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di akhir Desember 2018 lalu, terdapat sepuluh perusahaan teknologi keuangan atau financial technology (fintech) yang resmi terdaftar di OJK.
Kehadiran sepuluh penyelenggara fintek itu, menambah 78 perusahaan yang telah ada sebelumnya. Sehingga secara keseluruhan penyelenggara fintech yang terdaftar di OJK jumlahnya mencapai 88 perusahaan.
“Terdapat sepuluh penyelenggara fintech dalam daftar, yaitu AdaKami, ModalUsaha, Asetku, Danafix, Lumbung Dana, lahansikam, Modal Nasional, Dana Bagus, ShopeeKredit, dan ikredo online,” jelas OJK dalam pengumuman resmi yang diterima redaksi di Jakarta, Kamis(10/1).
Melihat tren pertumbuhan penyelengga fintekl, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyambut secara baik hal ini. Ia juga menjanjikan akan memberikan insentif bagi perusahaan teknologi finansial (tekfin/financial technology/fintech) yang berekspansi hingga ke daerah terdepan, terluar dan tertinggal (T3).
Rudiantara mengatakan bahwa iming-iming insentif itu untuk mendorong tekfin agar berani membuka cabang di daerah. Dengan begitu, tekfin dapat optimal meningkatkan tingkat inklusi keuangan di daerah-daerah yang belum terakses layanan keuangan maupun perbankan.
“Saya bisa memberikan insentif kalau itu dilakukan di daerah T3, berdasarkan Perpres Nomor 131, saya bisa masuk, saya bisa beri subsidi, subsidi untuk biaya transaksinya,” katanya.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015, pemerintah menetapkan 122 daerah yang tertinggal pada 2015 – 2019.
Menurut Rudiantara, insentif yang diberikan tersebut adalah subsidi untuk biaya transaksi bagi perusahaan tekfin. “Memberi insentif kepada mereka, pemain finteh untuk menyelenggarakan layanannya di daerah yang ‘unbankable’ (belum memperoleh akses bank),” tuturnya.
Rudiantara menekan arah kebijakan sektor tekfin, khususnya tekfin pinjam-meminjam (peer to peer lending) harus lebih mengarah kepada peningkatan inklusi keuangan.
Maka dari itu, pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan perlu mendorong tekfin agar berinvestasi ke daerah-daerah T3.
Adapun pemerintah telah menetapkan target inklusi keuangan di tahun 2019 sebesar 75 persen.
“Kalau tidak begitu, tekfin sulit untuk meningkatkan inklusi keuangan. Saya sudah desain harusnya kebijakan begini dan disetujui. Sekarang tinggal akselerasi,” tutupnya.
Sumber: https://jpp.go.id
Editor: Puput KJ