Industri Kimia, Tektsil, dan Aneka (IKTA) merupakan kelompok sektor manufaktur yang berkontribusi signfikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Oleh karena itu, Pemerintah terus berupaya mengakselerasi pertumbuhan sektor IKTA melalui pendalaman struktur industri serta melakukan peningkatan investasi dan ekspor.
“Kami telah memiliki berbagai langkah strategis dalam mendorong pengembangan industri nasional, termasuk di sektor IKTA yang punya potensi dan berpeluang besar dapat tumbuh dan semakin berdaya saing. Hal ini guna memacu pertumbuhan ekonomi kita,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (19/2).
Kementerian Perindustrian membidik pertumbuhan IKTA pada tahun 2018 di kisaran 3-4 persen. Pada tahun 2017, sektor ini mampu mencatatkan kinerjanya sebesar 2,91 persen atau di atas pertumbuhan tahun 2016 yang mencapai 1,76 persen.
Kemenperin juga mencatat, kontribusi sektor IKTA terhadap PDB nasional sebesar 4,54 persen pada tahun 2017. Adapun subsektor sebagai penyumbang terbesar adalah industri bahan kimia dan barang kimia (1,25%), diikuti industri pakaian jadi (0,80%), industri barang galian bukan logam (0,66%), serta industri karet, barang karet, dan plastik (0,63%).
Airlangga mengungkapkan pemerintah tengah memprioritaskan pendalaman struktur di industri bahan kimia dan barang kimia. Misalnya, di sektor hulu yang menghasilkan produk petrokimia berbasis nafta cracker dan produsen penyedia bahan baku obat untuk farmasi.
“Apabila kebutuhan tersebut dapat diproduksi di dalam negeri, tentu meningkatkan nilai tambah bagi sektor manufakur nasional,” tuturnya.
Pemerintah juga sudah memfasilitasi pemberian insentif fiskal seperti tax allowance dan tax holiday agar dapat menarik investasi dari para pelaku industri yang ingin mengembangkan pabrik bahan baku di Indonesia.
Selain itu, diperlukan juga dukungan ketersediaan bahan baku, harga energi yang kompetitif, sumber daya manusia (SDM) kompeten, penggunaan teknologi terkini, dan kemudahan akses pasar.
Pemerintah menargetkan nilai investasi di sektor IKTA akan mencapai Rp 117 triliun pada tahun 2018, naik dari realisasi tahun 2017 yang diperkirakan menembus hingga Rp 94 triliun.
Penanaman modal dari sektor IKTA tahun ini diproyeksi bakal menyumbang sebesar 33 persen terhadap target investasi secara keseluruhan pada kelompok manufaktur nasional sebanyak Rp 352 triliun.
Airlangga menyampaikan bahwa sedikitnya ada tiga perusahaan yang telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam pengembangan sektor industri petrokimia di Indonesia.
“Mereka akan memproduksi kebutuhan bahan baku kimia berbasis nafta cracker di dalam negeri. Sehingga nanti kita tidak perlu lagi impor,” tegasnya.
Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. selaku industri nasional, akan menggelontorkan dana sebesar USD 6 miliar sampai tahun 2021 dalam rangka peningkatan kapasitas produksi.
Kedua, industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan akan merealisasikan investasinya sebesar USD 3-4 miliar untuk memproduksi nafta cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun.
Ketiga, manufaktur besar Thailand, Siam Cement Group (SCG), juga berencana membangun fasilitas produksi nafta cracker senilai USD 600 juta di Cilegon, Banten.
“Dengan tambahan investasi Lotte Chemical dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk., Indonesia akan mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun. Bahkan, Indonesia bisa memposisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di ASEAN setelah Thailand, Singapura dan Malaysia,” papar Airlangga.
Di samping itu, beberapa perusahaan farmasi dan bahan baku obat yang telah menggelontorkan dananya untuk investasi di Indonesia, antara lain PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia senilai Rp 132,5 miliar dan PT. Ethica Industri Farmasi sebesar Rp 1 triliun. Sedangkan, di sektor kosmetika, PT. Unilever Indonesia melakukan perluasan pabrik dengan nilai investasi mencapai Rp 748,5 miliar.
Airlangga menyebutkan bahwa industri farmasi menjadi salah satu subsektor yang diharapkan berkontribusi signifikan untuk mencapai target pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tahun 2018 yang telah ditetapkan sebesar 5,67 persen.
“Industri farmasi sudah mampu menyediakan 70 persen dari kebutuhan obat dalam negeri,” ungkapnya.
Sumber: http://kemenperin.go.id
Editor: Hendri Kurniawan