Pemerintah mendorong PT Pertamina (Persero) untuk semakin kuat dalam sektor hulu. Sebagai perusahaan minyak nasional, kontribusi produksi minyak yang dihasilkan oleh Pertamina terhadap produksi minyak nasional belum maksimal laiknya National Oil Company (NOC) negara-negara lain.
“Produksi NOC di dunia umumnya lebih dari 50% dibanding produksi total nasional. Misalnya, Petrobras itu kontribusi produksinya diatas 80% dari produksi nasional Brazil. Saudi Aramco sekitar 99%, Petronas sekitar 58%. Sementara kontribusi produksi minyak Pertamina terhadap nasional baru sekitar 20%. Itulah salah satu alasan Pertamina harus lebih diperkuat, karena ketahanan energi itu dimulai dari supply,” Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa hari yang lalu.
Dalam sektor hilir, saat ini Pertamina memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung keuangan perusahaan. Hal itu terutama saat harga minyak dunia turun. Namun, saat harga minyak dunia sedang tinggi, peranan sektor hulu Pertamina juga menjadi lebih dominan.
“Perusahaan migas kelas dunia itu selalu berpijak dengan dua kaki, upstream dan downstream. Sewaktu harga minyak tinggi, upstream berjaya. Sebaliknya saat harga minyak turun, downstream yang berjaya. Ini masalah resiko, aksi korporasi yang mem-balance antara resiko masa depan terhadap harga minyak,” tutur Arcandra.
Menurut Arcandra, Pertamina harus membangun dan melakukan revitalisasi terhadap kilang agar dapat melakukan mitigasi terhadap resiko harga minyak dunia yang dinamis. Pasalnya, dengan menggunakan kilang minyak, produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) akan menjadi lebih efisien daripada melakukan impor.
Saat ini, kebutuhan BBM Indonesia sekira 1,7 juta barel per hari (bph) dan produksi dari kilang nasional sekitar 800 ribu bph. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan BBM (minyak olahan) nasional masih diperlukan impor sekitar 900 ribu bph.
“Spread (perbedaan) antara impor BBM dengan produksi dari kilang ini mencapai 5%. Kalau dihitung dari harga BBM RON 92 di kisaran USD 72-74 per barel, maka spread-nya sekira USD 3,5 per barel. Sehari kira-kira USD 3 juta, atau sekira USD 1 miliar setahun efisiensinya,” jelasnya.
Sumber: www.esdm.go.id
Editor: Hendri Kurniawan