Home Energi Proyeksi Neraca Keuangan Negara 2018: Sektor Migas Masih Surplus Rp 91,4 Triliun

Proyeksi Neraca Keuangan Negara 2018: Sektor Migas Masih Surplus Rp 91,4 Triliun

53
0
SHARE
Kredit foto: www.jonesoil.ie

Kontribusi sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) terutama migas dalam perekonomian nasional menujukkan tren positif. Hal ini terlihat dari proyeksi penerimaan negara yang lebih besar dari subsidi pada sektor ESDM tersebut.

Kementerian ESDM memproyeksikan neraca keuangan negara sektor ESDM mengalami surplus sebesar Rp 91,4 triliun. Proyeksi surplus tersebut didapat dari selisih penerimaan sektor ESDM dibandingkan subsidi energi, dan jauh lebih besar dibandingkan yang terdapat dalam APBN 2018.

“Sebenarnya di APBN, surplus penerimaan migas dan minerba dibanding subsidi energi total estimasinya sebesar Rp 62,1 triliun. Sekarang, outlook surplusnya naik sekitar 50 persen, jadi sekitar Rp 91,4 triliun,” kata Menteri ESDM Ignasius Jonan saat jumpa pers di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Senin (17/9).

Jonan merinci berdasarkan proyeksi saat ini, penerimaan sektor migas dan minerba hingga akhir tahun nanti diperkirakan sebesar Rp 240,3 triliun atau lebih besar dari target APBN 2018 yang dipatok sebesar Rp 156,7 triliun. Sementara itu, total subsidi energi pada 2018 diproyeksikan sebesar Rp 148,9 triliun. Angka ini mengalami kenaikan dari penetapan APBN 2018 yang sebesar Rp 94,6 triliun.

“Memang yang diputuskan APBN itu Rp 94,6 triliun, ternyata outlooknya Rp 149 triliun. Jadi, naik kira-kira hampir 60 persen,” jelasnya.

Kenaikan subsidi energi ini tak lepas dari meningkatnya harga minyak dunia, sekaligus menghindari kenaikan harga BBM sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga. “Harga minyak dunia naik, subsidinya harus disesuaikan kalau enggak harga eceran BBM akan naik,” ujar Jonan.

Terkait data yang menunjukkan neraca perdagangan migas yang mengalami defisit, Jonan tak menampik kondisi tersebut. Menurutnya, neraca perdagangan pasti minus karena harga impor minyaknya tinggi dan ekspornya juga tinggi.

“Tapi secara nilai pasti kalah. Indonesia Crude Price (ICP) kita sesuai asumsi APBN di awal 2018 sebesar USD 48 per barel. Sekarang sudah sekitar ICP USD 70 per barel,” tegasnya.

Meski neraca perdangangan migas defisit, namun neraca keuangan negara sektor ESDM utamanya migas, justru meningkat surplusnya. Penerimaan sektor ESDM meningkat jauh lebih besar dibanding subsidi energi.

Senada dengan Jonan, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan faktor dibalik kondisi neraca perdagangan migas, terlebih penuruan ekspor migas.

“Ekspor turun iya, karena ada blok yang tadinya milik asing sekarang punya Pertamina. Kedua, penurunan produksi 30 ribu barel per day. Harusnya impor turun, tapi naiknya impor tersebut karena karena ada kegiatan ekonomi yang naik,” papar Arcandra.

Secara umum, Jonan mengatakan kenaikan proyeksi penerimaan ini diakibatkan oleh meningkatnya harga komoditas. “Mayoritas kebanyakan akibat peningkatan harga komiditi, terutama minyak. Minerba juga naik banyak,” pungkas Jonan.

 

Sumber: www.esdm.go.id

Editor: Catur Apriliana

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here