Home Opini Refleksi Akhir Tahun: Tiga Tahun Jokowi Bangunkan Kemandirian di Tanah Papua

Refleksi Akhir Tahun: Tiga Tahun Jokowi Bangunkan Kemandirian di Tanah Papua

46
0
SHARE

Tiga tahun Presiden Jokowi telah membangunkan kemandirian di Tanah Papua yang selama ini tidur lelap dan lupa diri. Sebuah negeri nan jauh di ufuk timur Nusantara, Indonesia. Negeri yang luasnya tiga kali lebih besar dari Pulau Jawa. Negeri yang membutuhkan dana lumayan besar untuk merekonstruksi infrastruktur.

Papua-Papua Barat (Tanah Papua) menunjukan warna mereka selama disentuh oleh Presidenn Joko Widodo. Kebijakan yang langsung dikontrol itu  berupa listrik, pelabuhan, bandar udara, dan harga bahan bakar minyak.

Akses yang terbuka, membuka Papua berkompetisi di arena globalisasi. Era konektivitas wilayah di belahan dunia, termasuk Papua.

Negri cenderawasih itu bukan lagi wilayah yang selama ini dipandang sebagai daerah bisnis dan konflik belaka. Cara pandang yang bertahun-tahun melekat pada siapa saja ketika memandang daerah ini. Jokowi membuka tabir baru “Kita adalah sama”.

Penjajahan Dunia Luar

Papua pertama kali didatangi oleh pemburu rempah-rempah. Mereka melakukan barter di wilayah pesisir selatan maupun utara. Sementara perburuan logam berharga untuk pertama kali dunia luar melirik Papua hanya di sekitar lokasi Freeport saat ini.

Portugis tak lama hadir, ganti lagi Jepang. Hanya Belanda yang mampu bertahan sebagai penguasa administratif disini. Netherlands New Guinea, ibu Kota Holandia (sekarang Jayapura), adalah pusat birokrasi. Sementara pusat ekspor-impor era Belanda dikenal “Port Sagawin” di selat Sawati Sorong Papua Barat.

Penjajakan Tanah Papua oleh pihak luar hingga berakhirnya era kejayaan Belanda, tak semua wilayah pelosok nan terisolir dijangkau oleh Belanda. Negeri kerajaan Ratu Juliana itu hanya menempatkan beberapa wilayah terpusat birokrasi tanpa konektivitas infrastruktur darat. Jayapura, Wamena, Merauke, Bovendigul, Sorong, FakFak, Kaimana, Biak, dan Raja Ampat.

Walaupun telah dilakukan program Repelita I-VII rezim orde Baru, Suharto menyumbang benih konflik disini akibat militerisme yang bernama pembangunanisme. Orba pun masih menumpang pada struktur birokrasi peninggalan Belanda.

Dengan demikian, periodesasi kebijakan di Tanah Papua Bagian Barat dikenal dengan istilah: Pembebasan Papua dari cengraman Imperialisme Belanda oleh Bung Karno, repelita oleh Suharto, Demokrasi luas oleh Gusdur yang melahirkan otsus dan Megawati memekarkan Propinsi Papua Barat, dan SBY Masuk dengan UP4B.

Hak-hak dasar orang Papua belum sepenuhnya direalisasi oleh negara. Hak hidup dan rasa aman, sandang, pangan, dan papan. Kemandirian di bidang energi, pangan dan maritim belum merata di Papua.

Melalui pendekatan Nawacita, perlahan, Papua disentuh. Negara hadir sebagai pemenuhan hak. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Disinilah mindseat Papua digubah. Papua yang dulunya dianggap sebagai wilayah konflik, daerah perebutan bisnis, mulai dirubah. Itu pun dalam tiga tahun kepemimpinan Jokowi.

Saatnya Papua Mandiri

Syarat utama Papua hidup dan bertahan serta berkompetisi di era globalisasi dan era interkonetivitas dunia adalah mandiri. Membuka Papua kepada dunia. Selama ini Papua hanya dikenal dunia lantaran pelanggaran HAM. Kini, Papua disiapkan untuk didatangi dari negara mana saja. Kompetisi berlaku. Persaingan mulai nyata.

Jokowi tak hanya mendorong pembukaan akses belaka, tapi membangunkan birokrasi/birokrat tidur dan lupa diri. Birokrasi yang menjauhkan rakyat dari pemerintah. Birokrasi yang bermental tidak mandiri alias koruptif. Birokrasi yang hanya menunggu rancangan Pembangunan di kirim lalu mereka tinggal olah. Kini birokrat dituntut untu mampu melakukan kebijakan yang mandiri. Saya tak mau tau, besok besok ini itu sudah beres. Walaupun belum semuanya tuntas, tapi kepala daerah di Papua saat ini lebih peka dan responsif.

Pembebasan negeri ini yang tertunda setelah di kumandangkan oleh Bung Karno, kini mulai terasa. Freeport dilucuti, kapitalisasi harga minyak dikurangi dengan penyamaan harga BBM. Jalan raya bukan lagi diurus perusahaan yang mengeruk kekayaan belaka tapi urusan pemerintah.

Tiga tahun belum cukup menggapai kemandirian di Bumi Papua. Tapi Jokowi telah merintis dan membangunkanya dalam masa kepemimpinanya. Ayo! Jangan tidur. Saatnya kerja bersama menggenapi kemandirian Papua didalam bingkai NKRI.

 

Arkilaus Baho

Penulis adalah Fungsionaris di Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Kemandirian Nasional (DPP JAMAN).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here