Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meyakini penerapan revolusi industri keempat (Revolusi Industry 4.0) dapat menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara dengan pendapatan tinggi dan kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di dunia. Pasalnya, hal itu dapat diakselerasikan dengan target visi Indonesia 2045.
“Kementerian Perindustrian sedang menyusun roadmap Industri 4.0 agar manufaktur kita semakin produktif dan berdaya saing sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Airlangga di Jakarta, Kamis (8/2).
Airlangga menyebutkan bahwa Indonesia di tahun 2045 dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen, nilai PDB per kapita USD 28.934, dan peringkat keempat PDB dunia.
“Selanjutnya, pertumbuhan investasi hingga 7,3 persen per tahun atau berkontribusi terhadap PDB sebesar 39 persen, pertumbuhan ekspor mencapai 7,9 persen, dan pertumbuhan industri di angka 7,8 persen yang berperan kepada PDB sebanyak 32 persen,” paparnya.
Menurutnya, saat ini pemerintah fokus dalam pengembangan industri manufaktur sebagai salah satu tahapan pembangunan nasional.
“Industri sebagai tulang punggung perekonomian karena membawa multiplier effect yang cukup besar, diantaranya adalah peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor,” ujar Airlangga.
Untuk itu, seiring berjalannya era ekonomi digital saat ini, industri perlu memanfaatkan teknologi manufaktur terkini dalam upaya peningkatan produksinya. Selanjutnya aktif dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan guna menciptakan inovasi.
Airlangga menyatakan bahwa implementasi Industri 4.0 memiliki beberapa keunggulan, di antaranya kesiapan menjadi 10 besar ekonomi di dunia pada tahun 2030, sebanyak 10 persen ekspor berkontribusi kepada GDP, mencapai dua kali lipat produktivitas, dan sekitar dua persen kegiatan litbang untuk GDP.
“Kami telah menyiapkan lima sektor yang diprioritaskan dalam implementasi Industri 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, serta kimia. Industri ini yang impact-nya tinggi, dan feasible juga, sehingga dijadikan lighthouse. Basis yang diperlukan adalah ada contoh, edukasi dan rescalling, serta standard security,” tuturnya.
Airlangga menyampaikan bahwa kelima sektor tersebut merupakan industri yang telah memiliki daya saing tinggi untuk kompetitif di kancah global.
“Misalnya, industri makanan dan minuman, ini berkontribusi 34 persen terhadap industri indonesia,” ungkapnya.
Industri makanan dan minuman juga memiliki pertumbuhan tertinggi di tahun 2017, yakni 9,23 persen. Angka tersebut kemudian disusul oleh pertumbuhan subsektor industri logam dasar, yakni 5,87 persen.
Ia meyakini, dengan terus berkembangnya teknologi, industri makanan dan minuman akan tetap menjadi sektor yang terus dibutuhkan pasar.
“Kita tetap butuh makanan yang masuk ke perut. Kita gak bisa virtual eating,” ucap Airlangga.
Sektor-sektor tersebut menjadi andalan untuk menggenjot ekspor Indonesia. Apalagi, sejak tahun 2017 pemerintah telah mengarahkan ekonomi berbasis manufaktur.
“Lebih dari 74 persen, ekspor kita itu berasal dari produk manufaktur. Sedangkan, untuk nilai tambah manufaktur di seluruh dunia, kita nomor ke-9. Itu jauh lebih tinggi dari negara ASEAN yang lain,” pungkas Airlangga.
Dalam pengembangan industri nasional, strategi lain yang akan diambil oleh Kemenperin selama 2018 ialah meningkatkan pasokan, meningkatkan investasi, mengembangkan sumber daya manusia, insentif fiskal, mengembangkan infrastruktur digital, mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM), pengembangan zona industri, pembangunan berkelanjutan, serta kebijakan industri.
Sumber: http://kemenperin.go.id
Editor: Hendri Kurniawan