Menjelang pemakaian untuk jalur mudik, jalan tol Trans Sumatera yang menghubungkan antara Palembang-Indralaya (Palindra) ambles selama 30 meter. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Sabtu (17/06) sekitar pukul 13.00 WIB.
Pihak kontraktor, PT. Hutama Karya, menyatakan bahwa amblesnya tol Palindra disebabkan oleh kontur tanahnya yang merupakan area rawa.
Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Iwan Dwi Laksono menilai peristiwa tersebut berkaitan erat dengan kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pasalnya, Kementerian tersebut langsung membawahi Badan Pengantur Jalan Tol (BPJT) yang mengatur segala persoalan mengenai jalan tol, termasuk tender pengerjaannya.
“Ini salah satu evaluasi untuk kementerian PUPR, agar serius dan jeli,” kata Iwan di Jakarta, Minggu (18/06).
Iwan mengungkapkan, dalam mengerjakan pembangunan ruas jalan tol, kualitas tanah yang menjadi bahan timbunan harus melalui uji laboratorium. Karena itu akan mempengaruhi kekuatan badan jalan. “Tidak boleh asal dalam memilih kualitas tanah,” sahutnya.
Maka dari itu, tambahnya, konstruksi jalan tol Palindra menggunakan teknologi Vacuum Consolidation Method (VCM) karena berada di daerah rawa. Teknologi yang digunakan sangat canggih dan membutuhkan waktu cukup lama.
“Tapi kalau hasilnya seperti ini, berarti dipertanyakan , baik itu waktu, kualitas tanah, pola kerja, bahan bangunan, dan lain-lain Lah,” timpal Iwan.
Sama seperti di lintas Papua, terutama di Jayawijaya, ruas tol Palindra merupakan jalur Trans Sumatera yang akan digunakan sebagai jalur logistik. “Jika terjadi kerusakan, pasti akan mempengaruhi distribusi barang,” sambungnya.
Iwan juga meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi serius terhadap pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan Kementerian PUPR, terutama jalan.
“Presiden harus melakukan sidak langsung, apalagi jalur logistik, memengaruhi perekonomian nasional,” pungkas Iwan.(red)