Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan bahwa pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan target bauran sebesar 23% pada tahun 2025 merupakan komitmen Pemerintah yang juga tertuang dalam Paris Agreement tahun 2015.
Sampah kota yang dapat diolah menjadi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) juga merupakan bagian dari pengembangan EBT. Namun, Pemerintah Daerah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam pengelolaan sampah kota, termasuk mendorong agar pembangunan PLTSa bisa lebih masif.
“Konsep pengelolaan energi saat ini telah berubah. Energi tidak lagi hanya sebagai komoditas semata namun sebagai modal pembangunan,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di Auditorium Gedung Manggala Wanabakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Jakarta, Selasa (3/4).
Jonan menjelaskan proyeksi kebutuhan listrik nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 10 tahun, konsumsi listrik per kapita naik dua kali lipat. Untuk itu, Pemerintah berkomitmen mendorong rasio elektrifikasi nasional sebesar 100% dan menargetkan bauran energi berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) di tahun 2025 mencapai 23%.
Terkait pengelolaan sampah sebagai pembangkit listrik dari sektor EBT, ia menegaskan bahwa isu sampah kota bukan merupakan isu utama energi, melainkan isu lingkungan.
“Ini bukan isu energi yang dipertanggungjawabkan kepada kami sebagai penanggung jawab sektor. Sampah ini lebih kepada isu daerah, isu lingkungan,” jelasnya.
Kementerian ESDM berkontribusi atas pengelolaan sampah pada bagian pengaturan harga jual listrik PLTSa dan menugaskan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pembeli listrik.
Atas dasar tersebut, Jonan meminta kepada Pemerintah Daerah untuk lebih proaktif dalam mengelola sampah. Apabila berkenan membangun pembangkit listrik berbasis sampah, ia berharap Pemerintah Daerah memberikan kelonggaran pada aturan tipping fee.
“Mohon proaktif dan tipping fee nya dikasih, sehingga (PLTSa) bisa jalan. Karena kepentingan kota itu yang lebih adalah lingkungan yang bersih dan sehat,” tegasnya.
Ia juga mendorong semua kota besar di Indonesia agar iuran pengelolaan sampah dimanfaatkan untuk kelistrikan. “Saya mendorong semua kota besar agar pengelolaan sampah bisa menjadi listrik dengan syarat tipping feenya dikasih,” tandas Jonan.
Untuk diketahui, sektor kelistrikan terus meningkat di mata investor. Berdasarkan peringkat kemudahan berbisnis yang dilakukan oleh World Bank (ease of doing business) bidang kelistrikan, peringkat Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahun dimana tahun 2017 peringkat 49 menjadi peringkat 38 di tahun 2018.
“Target akhir Pemerintahan ini, diupayakan bisa dibawah 25,” pungkas Jonan.
Sumber: www.esdm.go.id
EditorL Hendri Kurniawan
