Presiden Joko Widodo pada Sabtu, 17 Juni 2017, meresmikan Jembatan Gantung Kali Galeh yang berada di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan tekad pemerintah yang tidak tebang pilih dalam membangun infrastruktur di Tanah Air.
“Jembatan besar saya resmikan tapi yang kecil juga penting untuk infrastruktur. Dengan jembatan gantung ini ada percepatan untuk logistik, mobilitas orang dan barang menjadi cepat,” ucap Presiden.
Jembatan gantung memang terlihat kecil dari segi infrastruktur. Namun sebaliknya jembatan gantung memberikan manfaat besar untuk memudahkan pergerakan orang, barang, dan komoditas sehingga menghasilkan efisiensi biaya dan waktu.
“Jembatan gantung diperlukan karena antardesa, antarkecamatan diperlukan, kalau tidak berputar, memakan biaya yang tidak kecil,” kata Presiden kepada jurnalis usai melihat langsung jembatan gantung tersebut.
Kondisi topografi Tanah Air juga mendorong pemerintah untuk membangun lebih banyak jembatan gantung. Sejak tahun 2015, pemerintah telah mulai membangun 10 jembatan gantung di Banten dan 4 jembatan gantung di Magelang. Namun, yang paling banyak membutuhkan jembatan gantung adalah Papua dan Sulawesi.
“Medan topografi negara kita memang seperti ini, ada sungai, ada bukit,” ucap Presiden.
Presiden yang sempat berdialog dengan warga setempat mengatakan bahwa jembatan gantung yang terbentang sepanjang 90 meter di atas Sungai Galeh sangat dibutuhkan masyarakat, terutama untuk anak sekolah.
“Kalau _pas_ sungai seperti ini tidak apa-apa, menyeberang, tapi _kan_ bahaya, apalagi untuk anak-anak sekolah, untuk membawa komoditas. Apalagi kalau _pas_ banjir _muter_ jauh sekali,” tutur Presiden.
Jembatan seperti yang diresmikan Presiden menelan biaya sekira Rp3 miliar hingga Rp6 miliar. Kepala Negara pun memerintahkan jajaran terkait untuk mengutamakan pembangunan jembatan serupa.
“Saya tadi sudah sampaikan ke Menteri PU agar jembatan-jembatan seperti ini diberikan prioritas,” kata Presiden.
Apalagi permintaan masyarakat akan keberadaan jembatan gantung tersebut sangat banyak sekali.
“Tahun ini diperkirakan kita bisa bangun 60-an, karena penting sekali,” ucap Presiden.
Jembatan ini dapat dilalui oleh orang, sepeda, dan juga sepeda motor, namun tidak dapat dilalui oleh mobil.
“Sepeda motor penting untuk bawa tembakau di belakangnya, bawa sawit, kol dan lombok,” ujar Presiden.
*Jeli Melihat Komoditas Unggulan*
Dalam sambutannya, Presiden sempat mengeluhkan jenis komoditas yang ditanam di daerah-daerah, yang menurutnya terlalu monoton dan tidak bervariasi. Ia memberikan contoh kakao, di mana pernah membludak namun sempat mengalami penurunan harga yang cukup drastis.
“Sekarang diwajibkan ada industri kakao di sini, buat industri coklat. Kebun kakao tidak dikembangkan sehingga antara _supply_ dan _demand_ _enggak_ seimbang sehingga kita impor kakao. Kan _enggak_ boleh seperti itu harusnya daerah yang memang siap ditanami kakao tanam, kopi tanam,” ujar Presiden.
Peluang-peluang dalam komoditas unggulan ini harus dapat dilihat oleh para kepala daerah. Mengingat orang yang dinilai memahami karakter wilayahnya adalah wali kota, bupati dan gubernur daerah tersebut.
“Jangan misalnya masyarakat diajak _nanam_ sawit, begitu harga jatuh ya jatuh semua, nanam karet harga jatuh, ya jatuh. Mana yang menguntungkan mana tidak, petani diajak kesana (diskusi). Kalau ada yang lebih baik, menjanjikan, tanam itu. Kita terlalu lama berpikir linier rutinitas,” ujar Presiden.
Setelah meresmikan jembatan gantung, Presiden melanjutkan perjalanan untuk meninjau Rusunawa Parakan Wetan di Kelurahan Parakan Wetan, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
Dari rusunawa, Presiden menuju RSUD Kabupaten Temanggung untuk meninjau gedung baru, terutama ruang rawat pasien kelas II dan III.
Turut mendampingi Presiden di antaranya Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko.(*)
Temanggung, 17 Juni 2017
Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden
Bey Machmudin