Home Nasional Terorisme Harus Dihadapi dengan Cara Luar Biasa

Terorisme Harus Dihadapi dengan Cara Luar Biasa

205
0
SHARE

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang dihadapi oleh mayoritas negara-negara di dunia. Untuk memeranginya, kejahatan tersebut juga harus dihadapi dengan cara-cara yang luar biasa.

Hal itu sebagaimana disampaikan Presiden saat memimpin rapat terbatas mengenai pencegahan dan penanggulangan terorisme di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/5).

“Kita semua tahu bahwa hampir semua negara di dunia menghadapi ancaman kejahatan terorisme ini. Ancaman terorisme bukan hanya terjadi di negara-negara yang sedang dilanda konflik, tapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa juga sedang menghadapi ancaman yang sama,” ujarnya.

Presiden mengatakan, selama ini perhatian lebih banyak tertuju pada pendekatan hard power dalam menangani terorisme. Hal itu dengan melakukan penegakan hukum yang tegas, keras, dan tanpa kompromi. Jaringan teroris diburu hingga ke akar-akarnya. Baginya, hal itu belum cukup.

“Pendekatan hard power jelas sangat diperlukan, tetapi itu belum cukup. Sudah saatnya kita juga menyeimbangkan dengan pendekatan soft power,” kata dia.

Ia juga menyatakan, selain memperkuat program deradikalisasi bagi para narapidana teroris sebagai pendekatan soft power yang telah dilakukan pemerintah, langkah-langkah serupa juga harus diupayakan untuk membentengi masyarakat dari ideologi terorisme yang penuh dengan kekerasan.

“Saya minta pendekatan soft power yang kita lakukan bukan hanya dengan memperkuat program deradikalisasi kepada mantan napi teroris, tetapi juga membersihkan lembaga-lembaga mulai dari TK, SD, SMP, SMA/SMK, perguruan tinggi, dan ruang-ruang publik dari ajaran-ajaran ideologi terorisme,” ucapnya.

Menurut Presiden, langkah preventif tersebut penting dilakukan ketika melihat pada serangan teror bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo minggu lalu mulai melibatkan keluarga, perempuan, dan anak-anak di bawah umur. Hal tersebut cukup memberikan peringatan.

“Ini menjadi peringatan kepada kita, menjadi wakeup call, betapa keluarga telah menjadi target indoktrinasi ideologi terorisme,” tuturnya.

Maka dari itu, Ia berpesan agar pendekatan hard power yang selama ini telah berjalan lebih dipadukan dan diperkuat dengan pendekatan soft power dengan turut menyasar pada langkah pencegahan berkembangnya ideologi terorisme di lapisan masyarakat yang lebih luas.

“Sekali lagi saya ingatkan ideologi terorisme telah masuk kepada keluarga kita, sekolah-sekolah kita, untuk itu saya minta pendekatan hard power dengan soft power dipadukan, diseimbangkan, dan saling menguatkan sehingga aksi pencegahan dan penanggulangan terorisme ini bisa berjalan jauh lebih efektif,” papar Presiden.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengatakan bahwa terorisme bukan hanya musuh TNI dan polisi saja. Namun, terorisme menjadi musuh bersama karena korbannya rakyat sehingga harus ada sinkronisasi komponen bangsa.

“Kita lihat teroris hidup di kalangan masyarakat, sumbernya masyarakat, kalau kita lihat kondisi seperti itu tentu yang dihadapi kita bersama terorisme musuh bersama,” terangnya.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berharap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat segera dilaksanakan. “Dengan Undang-Undang baru bisa komprehensif dengan melibatkan banyak pihak tapi tetap menghargai nilai-nilai demokrasi dan HAM. Jadi penanganan pencegahan yang melibatkan banyak pihak,” tandasnya.

Menurut Tito, aksi terorisme adalah puncak gunung es. Sementara akar gunung es meliputi permasalahan komprehensif ekonomi, ideologi, keadilan, dan ketidakpuasan.

“Ini yang perlu ditangani, ada prosesnya untuk menuju aksi terorsime. Di Surabaya prosesnya cukup panjang. Dengan rapat tadi Presiden beri arahan baik hard power penegakan hukum, melibatkan stakeholder terkait BIN, TNI, BNPT, dan langkah-langkah komprehensif pencegahan dan pascaperistiwa terutama untuk ubah mindset ideologi terorisme,” tukasnya.

Tito mengatakan, Polri juga mengajukan agar dibangun rutan dengan penjagaan maksimum. “Ada masa penangkapan, penyidikan, penuntutan, persidangan di mana tersangka atau terdakwa ditempatkan di tempat khusus yang tidak sama dengan rutan Salemba dan Cipinang,” pungkasnya.

 

Sumber: Biro Pers Setpres

Editor: Eko “Gajah”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here