Home Opini Jaman : Tegakkan Hukum Humaniter Internasional untuk Etnis Rohingya Sekarang juga

Jaman : Tegakkan Hukum Humaniter Internasional untuk Etnis Rohingya Sekarang juga

396
0
SHARE

PERNYATAN SIKAP JARINGAN KEMANDIRIAN NASONAL UNTUK KORBAN TRAGEDI KEMANUSIAAN ROHINGYA 
Salam kemandirian,
Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah yang singkat namun penuh peristiwa. Untuk menghindari penderitaan akibat perang maka baru pada pertengahan abad ke-19 negara-negara melakukan kesepakatan tentang peraturan-peraturan internasional dalam suatu konvensi yang mereka setujui sendiri (Lembar Fakta HAM, 1998: 172).

Hukum Humaniter Internasional yang berhubungan dengan perlindungan bagi korban perang dan hukum perang sangat dipengaruhi oleh perkembangan hukum perlindungan Hak Asasi Manusia setelah Perang Dunia Kedua. Penetapan instrumen internasional yang penting dalam bidang Hak Asasi Manusia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (1950) dan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966) memberikan sumbangan untuk memperkuat pandfangan bahwa semua orang berhak menikmati Hak Asasi Manusia, baik dalam pada masa perang maupun damai.

Dalam konteks kekerasan atas etnis Rohingya yang Sejak 1982, Etnis Rohingya telah mengalami persekusi dan pengusiran berulang kali. Terakhir, sepanjang minggu ini, tidak kurang 3.000 orang melarikan diri ke perbatasan Bangladesh karena kebrutalan yang dilakukan oleh militer Myanmar. Dalam sepekan ini, jumlah korban dari etnis Rohingya mencapai kurang lebih 800an orang, termasuk perempuan dan anak-anak.

Hukum humaniter Internasional yang merupakan bagian dari janji jaminan negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan bangsa Bangsa (PBB) tidak menjadi perhatian yang kuat pada kasus kemanusian Rohingya. 

Kasus ini merupakan tragedi kemanusiaan terparah di kawasan Asia Tenggara saat ini, dan menduga keras ini dilakukan oleh tangan negara, baik aparat militer, keamanan, kepolisian maupun pemerintahan Myanmar.

Sebab itu Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) dengan keras mengutuk langkah pemerintahan Nyanmar dan lambannya PBB bertindak dalam menyelesaikan perkara kemanusian ini. Konvensi Jenewa yang menjanjikan secara tegas tentang Hak-hak sipil dan Politik harus juga menjadi jaminan etnis Rohingya sebagai human dan warga yang negaranya tergabung dengan PBB dan kepala Negara yang pernah menerima nobel adalah memalukan.

Karena itu sebagai baik dari lembaran konvensi jenewa dalam hukum Humaniter Internasional serta Amanat Konstisusi Indonesia pada Pembukaan UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa menolak penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa maka dari itu menyikapi Problem yang dialami Etnis Rohingya Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Menuntut :

1. Mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) aktif dalam menangani secara sungguh-sungguh kasus kemanusiaan etnis Rohingya. 
2. Tegakkan Hukum Humniter Internasional sebagai bukti peran PBB untuk tercipta perdamaian dunia dan menjamin hak hak sipil dan politik serta Hak azazi Manusia atas etnis rohingya di Nyamar. Bahkan bila perlu mengambil alih tragedi kemanusiaan yang telah dan sedang berlangsung secara terus menerus di Myanmar dengn memberikan sangsi sebagaimana diatur dalam konvensi Jenewa. 
3. Mendukung Pemerintah Indonesia yang sudah melakukan kerja nyata dalam penyelesaian konflik Rohingya – Myanmar berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan Politik Bebas Aktif, serta mendorong lebih maju lagi Pemerintah Indonesia sebagai juru damai.

Bahwa permasalahan Rohingya adalah masalah akut kemanusiaan Myanmar bukan permasalahan agama yang sengaja digunakan untuk mengelabui dunia dan media dan menutupi akar masalah sebenarnya. 

Mengajak seluruh Elemen bangsa lintas agama, etnis dan politik untuk melakukan aksi solidaritas kemanusian dan misi kemanusian untuk Etnis Rohingya. 
Bahwa yang paling bertanggungjawab dan harus duduk bersama adalah kedua negara yang dibelah oleh perbatasan yaitu Bangladesh dan Myanmar. Kedua negara ini harus menemukan kesepakatan penanganan pengungsi yang ada saat ini dan meletakkan mekanisme kontrol untuk mencegah pelanggaran imigrasi.

Jadi negara negara yg terkena imbas, harus melibatkan kedua negara Bahladesh dan Myanmar dalam mencari solusi.

Myanmar mesti mengubah Undang undang Imigrasi, karena di Myanmar menyaratkan kewarganegaraan harus asli keturunan suku asli Myanmar.
Ratifikasi konstitusi Myanmar dengan Deklarasi Universal HAM dan Konvensi Eropa tentang HAM dan konvensi Internasional tentang hak sipil dan politik.

Edward Antoni,SH

Ketua Bidang Politik, Hukum dan HAM DPP Jaringan Kemandirian Nasional ( JAMAN )

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here