Pemerintah Indonesia semakin memperkuat struktur dan daya saing industri pendukung sektor telekomunikasi, dengan beroperasinya pabrik kabel serat optik yang memiliki kapasitas produksi mencapai dua juta kilometer (km) per tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi, serta berupaya untuk meningkatkan penggunaan produk lokal dan mendorong substitusi impor.
“Saat ini, kebutuhan kabel serat optik di dalam negeri mencapai 9 juta km per tahun. Dengan dibangunnya pabrik baru PT. Yangtze Optics Indonesia (YOI) ini dapat mengurangi impor sebesar 8-10 persen dari kebutuhan per tahun, sehingga kita bisa menghemat devisa sebesar USD 500 juta,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Peresmian Pabrik Kabel Serat Optik PT. YOI di Kawasan Suryacipta Industrial Karawang, Jawa Barat, Rabu (28/2).
Airlangga memberikan apresiasi kepada PT. YOI atas komitmennya yang terus melakukan investasi dan pengembangan industri komponen penunjang sektor telekomunikasi di Indonesia.
“Perusahan ini sangat impresif, karena pabriknya dibangun dalam waktu singkat dan selesai dengan baik,” tuturnya.
YOI merupakan perusahaan patungan antara Yangtze Optical Fibre and Cable (YOFC) asal Tiongkok dengan perusahaan nasional PT Fiber Optik Teknologi Indonesia (FOTI).
Sebelumnya, pada tahun 2016, PT. YOI telah berperan serta dalam membangun industri fiber optik core di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 3 juta km per tahun, menjadikan pabrik fiber optik core pertama dan satu-satunya di ASEAN.
Sementara itu, untuk pabrik barunya dengan kapasitas produksi 2 juta km per tahun, membuat PT. YOI sebagai perusahaan kabel serat optik terbesar di Indonesia.
Airlangga menyatakan bahwa guna memacu penanaman modal untuk sektor industri teknologi informasi dan komunikasi di dalam negeri, pemerintah telah memberikan beberapa fasilitas insentif fiskal, antara lain berupa tax holiday dan tax allowance.
“Selain itu, dalam rangka peningkatan daya saing industri kabel serat optik dalam negeri, pemerintah juga memberikan fasilitas insentif berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) atas impor bahan dan/atau bahan untuk pembuatan kabel serat optik,” paparnya.
Ia juga mengatakan bahwa pengembangan industri kabel serat optik di dalam negeri masih memiliki prospek yang cerah ke depannya. Hal ini seiring dengan upaya pemerintah dalam membangun infrastruktur telekomunikasi dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
“Di era digital seperti sekarang ini, sistem komunikasi menuntut adanya efisiensi dalam pengiriman informasi dari narasumber ke penerima,” jelasnya.
Hal ini mendorong pengembangan teknologi kabel baru untuk meningkatkan efisiensi dalam sistem komukasi tersebut. Untuk itu, kabel serat optik menjadi produk yang paling banyak digunakan dalam teknologi komunikasi modern saat ini karena mampu mentransmisikan cahaya dengan frekuensi tinggi. Apalagi, pemerintah telah mencanangkan pengembangan proyek Palapa Ring.
“Proyek ini akan menjangkau sebanyak 34 provinsi, 440 kota atau kabupaten di seluruh Indonesia dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, sedangkan kabel di daratan sejauh 21.807 kilometer,” tandas Airlangga.
Di samping itu, produksi kabel serat optik juga bisa menjadi tulang punggung dalam menopang implementasi sistem revolusi industri keempat atau Industry 4.0. “Apalagi sekarang era internet of everything,” ujar Airlangga.
Sejumlah industri tengah bertransformasi untuk memanfaatkan teknologi digital dan internet dalam proses produksinya agar terintergrasi.
Peluang tersebut yang perlu dimanfaatkan oleh industri kabel serat optik dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar saat ini. Kemenperin telah mendorong melalui kebijakan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Pengoptimalan TKDN ini diharapkan pula dapat menggenjot kemampuan produksi industri dalam negeri, sehingga ikut mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
“Kabel serat optik merupakan salah satu dari tujuh jenis produk yang berpotensi untuk dikembangkan melalui kebijakan penerapan TKDN,” kata Airlangga.
Enam produk lainnya adalah telepon seluler, panel surya, televisi digital, IOT, lampu LED, dan smart card. ”Dua jenis produk di antaranya, yaitu telepon seluler dan panel surya sudah diterapkan kebijakan TKDN,” imbuhnya.
Airlangga menambahkan, pemerintah akan segera menyelesaikan pembentukan tim pengawas TKDN bagi industri dalam negeri dan pelaksanaan proyek pemerintah. Dalam upaya percepatan pembentukan tim pengawas tersebut, Ia mengaku telah membahas dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan terkait penerapan dan payung hukumnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta.
Menurut Airlangga, pembahasan payung hukum tentang pengawasan TKDN ini akan dirampungkan pada bulan Maret mendatang. “Harapannya awal bulan depan sudah bisa sinkron dan draftnya bisa masuk ke Bapak Presiden (Joko Widodo),” tuturnya.
Pembentukan tim tersebut akan melibatkan berbagai kementerian. Selain itu, dengan implementasi pengawasan TKDN ini, mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing industri nasional. “Semoga utilisasi industri dalam negeri bisa semakin meningkat,” ucap Airlangga.
Sementara itu, CEO PT. YOI, Chen Hui Xiong juga menyampaikan, nilai investasi pembangunan pabrik kabel serat optik sekitar USD22 juta. “Dengan beroperasinya pabrik baru ini, fasilitas produksi fiber optik dan kabel optik kami telah terintegrasi. Total investasi kami hingga saat ini sudah mencapai USD 50 juta,” ungkapnya.
Chen Hui Xiong berharap, dengan dukungan dari pemerintah Indonesia serta para mitra bisnisnya, perusahaan akan terus berkontribusi memajukan program pemerintah dalam membangun teknologi broadband dan infrastruktur telekomunikasi.
“Semoga investasi kami ini turut berperan mendorong tumbuhnya industri komponen lokal di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini YOFC adalah penyuplai nomor satu di sektor optical preform, optical fiber, dan optical cable di dunia. Sedangkan, PT FOTI, merupakan perusahaan lokal yang memiliki misi untuk meningkatkan dan memajukan industri serat optik berbasis teknologi di Indonesia.
Sumber: http://kemenperin.go.id
Editor: Hendri Kurniawan