Home Ekonomi Berlaku Mulai 1 April 2019, Ini Poin-Poin PMK ‘E-Commerce’ yang Perlu Disoroti

Berlaku Mulai 1 April 2019, Ini Poin-Poin PMK ‘E-Commerce’ yang Perlu Disoroti

140
0
SHARE
-

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti menjelaskan beberapa hal penting dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-commerce) yang perlu disoroti.

 Menurut Nufransa, ha yang perlu disoroti adalah, pertama, pedagang atau penyedia jasa tidak harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ketika mendaftarkan diri pada online market place.

“Bagi yang belum memiliki NPWP, dapat memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace. NIK dimiliki oleh seluruh penduduk,” jelasnya dalam keterangan pers yang diterima redaksi JamanInfo di Jakarta, Selasa (15/1).

Kedua, lanjutnya, PMK dibuat bukan untuk memenuhi target penerimaan pajak namun lebih untuk menjangkau lebih banyak informasi untuk membangun ekosistem dan database e-commerce yang komprehensif.

“Data tersebut akan dianalisis untuk melihat perkembangan e-commerce di Indonesia sebagai dasar penentuan kebijakan pengembangan bisnis e-commerce di masa yang akan datang,” ujar Nufransa.

Oleh karena itu, Nufransa menegaskan, aturan operasional dari PMK tersebut akan memastikan perlindungan terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mikro dan kelompok masyarakat yang baru memulai bisnis e-commerce.

“Detil teknis perlindungan ini akan didiskusikan lebih lanjut dengan pelaku usaha,” tandasnya.

 Nufransa juga mengungkapkan, pelaku usaha tidak akan berpindah ke platform media sosial. Dengan adanya pengaturan dan kepastian hukum yang lebih jelas dalam menjamin perlindungan konsumen, diharapkan konsumen akan beralih ke platform e-commerce yang pada akhirnya para pelaku bisnis di media sosial juga akan beralih kepada platform e-commerce.

Dalam peraturan ini terdapat persamaan perlakuan antara pengusaha konvensional dan pengusaha yang memasarkan barang ataupun jasanya melalui e-commerce.

“Ini akan memudahkan dan memberikan kepastian hukum bagi pedagang dan penyedia jasa apabila di kemudian hari ada permasalahan di mata hukum,” tuturnya.

Pelaku usaha menyambut baik upaya “level playing field” yang diupayakan PMK ini agar mereka yang berjualan di media sosial juga dapat memiliki peluang dan ketaatan pajak yang sama dengan berjualan di platform e-commerce.

Selain itu, kemudahan data pelaporan oleh penyedia platform marketplace dirancang semudah mungkin sehingga tidak memberatkan semua pihak, termasuk penjual dan pembeli.

“Kemenkeu akan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) agar pelaporan platform marketplace dapat dipermudah dengan adanya aturan PMK tentang e-commerce ini,” terang Nufransa.

 Menurut Nufransa, PMK ini mempermudah proses impor pengiriman barang e-commerce. Dari aspek kepabeanan, PMK ini memperkenalkan skema Delivery Duty Paid untuk impor barang kiriman dalam rangka memberikan kepastian dan transparansi proses impor barang kiriman dengan pemenuhan kewajiban perpajakan melalui fasilitas penyedia platform marketplace domestik.

“Melalui skema ini, pembeli akan mendapatkan kepastian harga dan pedagang akan mendapatkan kemudahan dalam proses impor barangnya. Mekanisme baru kepabeanan ini sedang dalam tahap uji coba oleh beberapa pelaku usaha marketplace bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC),” pungkasnya.

Sumber: www.kemenkeu.go.id

Editor: Puput KJ

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here