Home Nasional Demi Kedaluatan Udara NKRI, Presiden Teken PP/4/2018

Demi Kedaluatan Udara NKRI, Presiden Teken PP/4/2018

42
0
SHARE

Tanggal 13 Februari 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengamanan Wilayah Udara Repubik Indonesia. PP tersebut merupakan pelaksanaan ketentuan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 9.

Sebagaimana diketahui, PP tersebut merupakan penegasan bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas Wilayah Udara Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI), Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan udara.

Pasal 5 dalam PP tersebut menyebutkan bahwa ruang udara sebagaimana dimaksud dapat digunakan untuk kepentingan penerbangan sipil dan pertahanan yang pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama dalam kerja sama sipil militer antara kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan.

Selain itu, kerjasama sipil militer sebagaimana dimaksud, bertujuan untuk menjamin Keselamatan Penerbangan dengan memberikan prioritas Pesawat TNI dalam melaksanakan penegakan kedaulatan, penegakan hukum, operasi dan latihan militer.

Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab itu, Pemerintah menetapkan: a. kawasan udara terlarang (prohibited area); dan b. kawasan udara terbatas (restricted area).

Selain itu, Pemerintah dapat menetapkan zona identifikasi pertahanan udara (air defence identification zone/ADIZ).

Kawasan udara terlarang (prohibited area), merupakan kawasan udara di atas daratan dan/atau perairan dengan pembatasan permanen dan menyeluruh bagi Pesawat Udara.

“Kawasan udara terlarang (prohibited area) sebagaimana dimaksud meliputi: a. ruang udara di atas Istana Presiden; b. ruang udara di atas instalasi nuklir; dan c. ruang udara di atas obyek vital nasional yang bersifat strategis tertentu sebagaimana ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usulan Menteri (Pertahanan, red) setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan,” bunyi Pasal 7 ayat (2,3,4) dalam PP ini.

Adapun kawasan udara terbatas (restricted area), merupakan ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan dengan pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat digunakan untuk operasi penerbangan oleh Pesawat Udara Negara (pesawat yang digunakan oleh TNI, Polri, kepabeanan, dan instansi pemerintah lainnya).Dalam PP ini juga disebutkan, pembatasan bersifat tidak tetap itu dapat berupa pembatasan waktu dan ketinggian.

Sementara kawasan terbatas dimaksud meliputi: a. Markas Besar TNI; b. Pangkalan Udara TNI; c. kawasan latihan militer; d. kawasan operasi militer; e. kawasan latihan penerbangan militer; f. kawasan latihan penembakan militer; g. kawasan peluncuran roket dan satelit; dan h. ruang udara yang digunakan untuk penerbangan dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang setingkat kepala negara dan/atau kepala pemerintahan.

Sedangkan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (Air Defence Identification Zone/ ADIZ), merupakan ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan yang ditetapkan bagi keperluan identifikasi Pesawat Udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, yang berada pada: a. ruang udara di Wilayah Udara; dan b. ruang udara di Wilayah Udara yurisdiksi.

Dalam PP ini ditegaskan, Pesawat Udara Negara Asing yang terbang ke dan dari atau melalui Wilayah Udara harus memiliki lzin Diplomatik (diplomatic clearance) dan Izin Keamanan (security clearance).

Untuk Pesawat Udara Sipil Asing tidak berjadwal yang terbang ke dan dari atau melalui Wilayah Udara, harus memiliki Izin Diplomatik (diplomatic clearance), Izin Keamanan (security clearance) dan Persetujuan Terbang (flight approval).

“Pesawat Udara sebagaimana dimaksud yang terbang dengan tidak memiliki izin merupakan pelanggaran,” bunyi Pasal 10 ayat (3).

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud, dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), yang dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan sesuai dengan kewenangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud, diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.

Mengenai penggunaan Pesawat Udara Sipil Indonesia  untuk kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal atau bukan niaga dari dan ke, melalui atau di dalam Wilayah Udara, dilakukan setelah memiliki Persetujuan Terbang (fligh approval).

Untuk wilayah tertentu, penggunaan Pesawat Udara Sipil Indonesia untuk kegiatan bukan niaga berupa survey udara, pemetaan dan foto udara, own use charter, dan joy flight dilakukan setelah memiliki Izin Keamanan (security clearance) kecuali untuk kegiatan pelatihan (training).

Wilayah tertentu sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, meliputi: a. Bandar Udara yang digunakan secara bersama; b. Pangkalan Udara yang digunakan secara bersama; c. Bandar Udara atau Pangkalan Udara di wilayah perbatasan, dan wilayah yang berpotensi ancaman. PP ini menegaskan, Pesawat Udara dilarang terbang melalui kawasan udara terlarang (prohibited area).

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Februari 2018 tersebut.

 

Sumber: http://setkab.go.id

Editor: Eko “Gajah”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here