Home Energi Investasi dan Keberlangsungan Operasi Fasilitas pemurnian Mineral Tahun 2017

Investasi dan Keberlangsungan Operasi Fasilitas pemurnian Mineral Tahun 2017

48
0
SHARE

Pada awal tahun 2017, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam beleid tersebut, diatur mengenai ketentuan peningkatan nilai tambah mineral, investasi dalam sektor fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), dan ekspor mineral.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono menjelaskan bahwa terbitnya PP 1/2017 telah mendorong minat investasi pada sektor industri smelter logam.

Hingga Oktober 2017, tercatat investasi yang tertanam di sektor fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel dalam negeri mencapai USD 5,3 miliar atau sekitar Rp 68 triliun.

“Investasi tersebut telah berhasil membangun sejumlah 13 fasilitas pemurnian Nikel dengan berbagai macam produk yang dihasilkan yaitu NPI, FeNi dan NiHidroxide dan telah mampu memurnikan bijih Nikel di dalam Negeri sebesar 34 juta ton bijih Nikel,” jelas Bambang saat konferensi pers di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (27/12).

Adapun 13 smelter nikel yang sudah dibangun dan beroperasi tersebut ialah PT Vale Indonesia, PT Aneka Tambang (Pomala), PT. Fajar Bhakti Lintas Nusantara, PT Sulawesi Mining Investment, PT Gebe Industry Nickel, PT Megah Surya Pertiwi, PT COR Industri Indonesia, Heng Tai Yuan, Century Metalindo, Indonesia Guang Ching Nikel and Stainless Steel, Virtu Dragon, PT Surya Saga Utama (Blackspace), dan PT Bintang Timur Steel.

Bambang mengatakan bahwa investasi untuk komoditi bauksit telah mencapai USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 20 triliun dengan kemampuan mengolah 4,4 juta ton bauksit di dalam negeri dan telah mampu memproduksi 700 ribu ton Alumina.

“Dari fasilitas pemurnian yang telah terbangun terdapat 2 smelter nikel yang tidak beroperasi dikarenakan faktor keekonomian akibat dari meningkatnya biaya operasi (kokas) dan melemahnya harga komoditas mineral di awal tahun 2017,” ucapnya.

Bambang menuturkan, melalui Permen ESDM No 5/2017 dan Permen ESDM No. 6/2017, Pemerintah memberikan insentif bagi pelaku usaha yang membangun fasilitas pemurnian agar dapat menjual bijih nikel kadar rendah.

“Ini untuk mendorong minat pelaku usaha untuk dengan sungguh-sungguh membangun fasilitas pemurnian baru atau bahkan mendorong existing smelter meningkatkan kapasitas fasilitas pemurnian yang telah ada,” tuturnya.

Saat ini, tercatat ada 11 perusahaan yang berinvestasi baru dan 2 perusahaan melakukan ekspansi dengan total investasi yang akan ditanamkan sebesar USD 4,3 milyar atau sekitar Rp 56 triliun dengan kapasitas input sebesar 28 juta ton bijih Nikel.

Sedangkan pada komoditas Bauksit insentif peningkatan nilai tambah mampu mendorong investasi baru untuk membangun 4 fasilitas pemurnian.

“Nilai investasinya sebesar USD 4 milyar atau sekitar Rp 52 triliun yang akan meningkatkan kemampuan memurnikan bauksit di dalam negeri sebesar 13 ,7 juta ton,” tutup Bambang. (HK)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here