Home Opini Mudik Dan Presiden Cerdas

Mudik Dan Presiden Cerdas

611
0
SHARE

#Yudhie Haryono

JAMAN, Opini (11/7) – Apa yang dapat kita refleksikan dari peristiwa mudik dan datangnya ramadan? Kegelapan. Nir-nalar. Sebab, gejala kenaikan harga sembako dan kemacetan mudik sesungguhnya sdh terjadi berulang tiap tahun. Gejala itu juga sdh disampaikan jauh hari oleh semua warga waras terhadap pemerintah. Juga terdapat catatan lengkap di tiap-tiap kementrian yg dapat dijadikan rujukan pembuat kebijakan.
Tetapi, apa yg dikerjakan pemerintah? Hanya tipu-tipu dan kebingungan saja. Akhirnya terjadi perulangan sejarah. Harga tak terjangkau, nyawa manusia tidak ada artinya; mati mengantri menuju rumah ibu pertiwi. Mengutip Karl Max (1818-1883), “rezim jahil mengulang sejarah dengan dua wajah: sebagai tragedi dan lelucon.”
Sungguh, kenaikan harga pangan dan kemacetan jalan adalah tanda kejahiliyahan pikiran. Dus, nalar yg kosong (nir), akal yg beku dan kecerdasan yg minus menjadi ciri penerintah hari ini. Tak ada lukisan terbaik dari pemerintah hari ini kecuali keledai jahil yg memilih terperosok dua kali dalam lubang yg sama.
Apa proyeksinya? Makin gelap. Anti-nalar. Jika di negara moral, para pembuat kebijakan akan mohon maaf dan mundur karena salah ataupun karena tak mampu, di negaramu mereka menebalkan muka dan mencari pembenaran sambil menternakkan kambing hitam. Singkatnya, presiden tdk mengaudit dan mengevaluasi total plus mencopot para pemangku kebijakan yg gagal.
Apa solusinya? Reclaim the state. Republik ini tak bisa lagi dikelola oleh mereka yg lugu dan lucu. Mereka yg layak jualan kayu, tak sepantasnya membuat publik kehilangan harapan hidup. Karenanya, kepemimpinan publik harus segera disegarkan; negara harus diselamatkan; konstitusi harus dijalankan.
Kepemimpinan publik yg visioner penting karena seorang pemimpin, haruslah seorang revolusioner. Ia haruslah reflektif-proyektif, tegar, tegas, dan memiliki keberanian. Saat yg sama, ia harus berani hidup sengsara sendirian dan berani berdiri sendirian demi kebenaran. Apapun godaan dan cobaannya, ia harus punya keyakinan membela rakyatnya: ia wakafkan jiwa-raganya buat warganegara.
Pemimpin visioner harus transformatif. Ia melibatkan kesanggupan, kemampuan, kepiawaian yang luar biasa untuk merealisasikan kesuksesan dan kejayaan di masa depan. Ia harus mampu mengantisipasi segala kejadian yang mungkin timbul, mengelola masa depan dan mendorong rakyat utuk berbuat dengan cara-cara yang dahsyat. Ia harus jeli melihat tantangan dan peluang sebelum keduanya terjadi sambil memposisikan negara dan warganya mencapai tujuan-tujuan terbaiknya, seperti dlm konstitusi.
Sudah saatnya bagi kita untuk memikirkan bahwa perkara kepemimpinan bukan sekadar persoalan siapa yang lugu dan wagu plus dipilih media jahat, melainkan “kemampuan dan kesediaan” mereka dalam berkorban untuk warganegara walau harus melawan sponsornya sekalipun. Bukan sekedar jongos dan petugas, melainkan yg dengan tegas mengatakan, “loyalitasku padamu selesai setelah pelantikanku, sebab kini loyalitasku kuberikan pada semua rakyatku.”

Apakah refleksi dan proyeksimu dlm melihat fenomena harga tak terjangkau dan kemacetan perenggut kematian? Kutunggu di sini.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here